Rabu, 29 Maret 2023

Kaifiyat Qunut Nazilah



Dikutip dari Kaifiyat Qunut Nazilah - Website Official PP Persatuan Islam (persis.or.id)

KAMIS, 09 MARET 2023


Kaifiyat Qunut Nazilah

BY Hendi Santika — 01 Desember 2016
0

Qunut Nazilah adalah qunut yang dilaksanakan karena musibah yang menimpa kaum muslimin dengan mendo’akan kebaikan dan keselamatan bagi kaum muslimin atau keburukan dan laknat bagi kaum penindas kaum muslimin, pada setiap salat wajib, dirakaat terakhir setelah bacaan bangkit dari ruku’.

    Qunut dengan sebab mendo’akan kebaikan dan keselamatan bagi sebuah kaum atau kebinasaan dan azab bagi satu kaum

عَنْ أَنَس " أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَقْنُت إِلَّا إِذَا دَعَا لِقَوْمِ أَوْ دَعَا عَلَى قَوْم " Dari Anas bi Malik berkata : Sungguh Nabi Saw tidak melaksanakan qunut kecuali berdoa kebaikan bagi suatu kaum atau keburukan bagi suatu kaum . HR Ibn Khuzaimah no. 603

    Dilaksanakan Pada Salat Wajib (termasuk salat jumat) pada rakaat terakhir

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَالصُّبْحِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ dari Ibnu Abbas, ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan qunut selama sebulan berturut-turut dalam shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya` dan Subuh, yaitu di akhir shalat (rakaat terakhir) HSR. Abu Dawud no. 1223 dan Ahmad no. 2643 Adapun terkait qunut nazilah pada dalat jumat, memang tidak ada dalil khusus, jika kita teliti hadis diatas, maka ada ada tiga alasan. Pertama, kalimat mutatabi'an menunjukan kontinuitas qunut dalam salat wajib selama 1 bulan. Kedua, penyebutan subuh, zuhur, ashar, magrib, isya merupakan lil ghalib salat wajib sedangkan mafhumnya adalah salat wajib termasuk jumat. Ketiga, pada setiap akhir salat (rakaat terakhir) menunjukan pada setiap salat wajib, sehingga kesimpulannya termasuk di dalamnya salat jumat disyariatkan qunut nazilah. Adapun terkait sebagian atsar salaf yang membid’ahkan qunut pada salat jumat adalah terkait dengan pengkhususan pada salat jumat, bukan dalam qunut nazilah.

    Dilaksanakan dalam salat berjama’ah, boleh munfarid

Semua hadis terkait dengan qunut nazilah terkait dengan salat berjamaah, termasuk didalamnya disyariatkan ucapan amin bagi ma’mum. Namun keduanya bukan menjadi syarat bagi qunut nazilah, tapi lebih sebagai keutamaan dalam qunut nazilah.

    Pada rakaat terakhir, setelah bacaan bangkit dari ruku’

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ص كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ، أَوْ يَدْعُوَ لِأَحَدٍ، قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ، فَرُبَّمَا قَالَ إِذَا قَالَ: " سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيد  الخ Dari Abu Hurairah Ra berkata : Sungguh Rasulullah Saw apabila akan berdo’a kebaikan atau keburukan bagi seseorang beliau qunut setelah ruku’ dan terkadang beliau membaca “Sami’allahu liman hamidah rabbana wa lakalhamd, ya Allah selamatkanlah al Walid bin al-Walid...” Hr Bukhari No. 4219

    Redaksi do’a disesuaikan, tidak ada redaksi khusus tertentu dari Nabi SAW

اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ، وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ، وَاجْعَلْهَا سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلَانًا وَفُلَانًا لِأَحْيَاءٍ مِنْ الْعَرَبِ اللَّهُمَّ نَجِّ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ، اللَّهُمَّ نَجِّ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، اللَّهُمَّ نَجِّ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ، اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ ص شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوعِ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ، يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ، وَذَكْوَانَ Dari beberapa redaksi hadis diatas (Hr Bukhari dan Abu Dawud), Rasulullah saw tidak menentukan do’a secara khusus, belau menggunakan redaksi yang berbeda-beda ada yang khitabnya person khusus, adapula yang umum. Akan tetapi isinya tidak terlepas dari mendo’akan kebaikan dan keselamatan bagi kaum muslimin yang teraniyaya, sebaliknya mendo’akan adzab dan laknat bagi yang menganiyaya kaum muslimin. Apakah person khusus tertentu atau sebuah kaum.

    Redaksi do’a disunahkan ringkas

Redaksi atau konten do’a disunahkan untuk tidak memanjangkan do’a qunut, disamping do’a-do’a yang diajarkan Rosul saw ringkas, juga berdasarkan reportase dari sahabat Anas bin Malik سُئِلَ أَنَسُ، أَقَنَتَ النَّبِيُّ ص فِي الصُّبْحِ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَقِيلَ لَهُ: أَوَقَنَتَ قَبْلَ الرُّكُوعِ؟ قَالَ: بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا " Anas bin Malik ditanya apakah Rosulullah saw qunut pada salat subuh ? Anas bin Malik menjawab “ bernar”. Apakah Qunut sebelum ruku’ ? Anas menjawab : “Setelah ruku’ sebentar” Hr. Bukhari no. 951

    Do’a qunut dibaca dengan jahar atau nyaring dalam setiap salat wajib

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ يَدْعُوَ لِأَحَدٍ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ فَرُبَّمَا قَالَ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ يَجْهَرُ بِذَلِكَ وَكَانَ يَقُولُ فِي بَعْضِ صَلَاتِهِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلَانًا وَفُلَانًا لِأَحْيَاءٍ مِنْ الْعَرَبِ حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ { لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ } الْآيَةَ " Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah Saw jika ingin mendoakan kecelakaan kepada seseorang atau berdoa keselamatan kepada seseorang beliau selalu qunut setelah ruku’." Kira-kira ia berkata; "Jika beliau mengucapkan: "sami’allahu liman hamidah, " beliau berdoa: "Wahai Rabb kami bagi-Mu segala pujian, Ya Allah selamatkanlah Al Walid bin Al Walid, salamah bin Hisyam, dan 'Ayyasy bin Abu Rabi'ah. Ya Allah keraskanlah hukuman-Mu atas Mudlar, dan timpakanlah kepada mereka tahun-tahun paceklik sebagaimana tahun-tahun pada masa Yusuf." -beliau mengeraskan bacaan tersebut, - beliau juga membaca pada sebagian shalat yang lainnya, beliau membaca pada shalat subuh: "Ya Allah, laknatlah si fulan dan si fulan dari penduduk arab." Sampai akhirnya Allah Azza Wa Jalla mewahyukan kepada beliau: "Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim (Ali Imran: 128)." HR. Bukhari no. 3812 Bacaan atau do’a qunut nazilah dibaca dengan nyaring, baik dalam salat jahriyah maupun sirriyah.

    Ma’mum mengucapkan amin

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: " قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ ص شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ، وَالْعَصْرِ، وَالْمَغْرِبِ، وَالْعِشَاءِ، وَالصُّبْحِ، فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ، إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، مِنَ الرَّكْعَةِ الْأَخِيرَةِ، يَدْعُو عَلَيْهِمْ، عَلَى حَيٍّ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ، عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ، أَرْسَلَ إِلَيْهِمْ يَدْعُوهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، فَقَتَلُوهُمْ "، قَالَ عَفَّانُ فِي حَدِيثِهِ: قَالَ: وَقَالَ عِكْرِمَةُ: هَذَا كَانَ مِفْتَاحَ الْقُنُوتِ dari Ibnu Abbas, ia berkata; "Rasulullah Saw melakukan qunut selama sebulan berturut-turut dalam shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya` dan Subuh, yaitu di akhir shalat setelah mengucapkan, sami’allahu liman hamidah pada raka'at terakhir. Beliau mendoakan keburukan atas mereka, yakni (beberapa) kabilah dari bani Sulaim, yaitu Ri'l, Dzakwan dan Ushayyah, orang-orang yang ada di belakang beliau mengamininya. Beliau pernah mengirim utusan kepada mereka untuk mengajak memeluk Islam, namun mereka justru membunuh utusan tersebut." 'Affan berkata dalam haditsnya, ia berkata; Ikrimah berkata; "Ini adalah permulaan qunut." HSR. Ahmad no. 2643 Pengucapan amin oleh ma’mum dibaca setelah imam selesai mengucapkan do’a qunut dengan nyaring.

    Boleh mengangkat tangan

Pada dasarnya asal dalam berdo’a adalah tidak mengangkat tangan, kecuali jika ada dalil sahih yang menerangkan berdo’a dengan mengangkat tangan. Hal ini berdasarkan hadis dari Anas bin Malik Ra عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: " كَانَ النَّبِيُّ ص لَا يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلَّا فِي الِاسْتِسْقَاءِ، وَإِنَّهُ يَرْفَعُ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ " Dari Anas bin Malik Berkata : Nabi Saw ketika berdo’a tidak mengangkat kedua tangannya kecuali dalam Istisqa. Dan sungguh beliau mengangkatnya sehingga terlihat putihnya ketiak beliau. Hr. Bukhari no. 978 Hadis diatas menjadi dalil bahwa asal dalam berdo’a adalah tidak mengangkat tangan, adapun pengecualian istisqa bukan berarti menjadi batas atau menafikan mengangkat tangan pada tempat yang lain, selama ada dalil yang sahih dan sarih. Adapun terkait qunut nazilah terhadap hadis sahih Riwayat imam Ahmad فَقَالَ أَنَسٌ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَدَ عَلَى شَيْءٍ قَطُّ وَجْدَهُ عَلَيْهِمْ فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ فَدَعَا عَلَيْهِمْ kata Anas; "Tidak kulihat Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sedemikian sedih sebagaimana kesedihan beliau atas tragedi yang mereka alami (dibunuhnya 70 Ahli al-Quran). Dan kulihat Rasulullah Saw dalam salat subuh beliau angkat kedua tangannya mendoakan kecelakaan atas mereka (yang mendzalimi). HSR. Ahmad no. 12173 Jika imam mengangkat tangan dalam qunut nazilah, maka ma’mumpun disyariatkan mengangkat tangan sebagaimana imam, sesuai dengan dalil, bahwa dijadikan imam itu untuk diikuti gerakannya. Adapun terkait kaifiyat mengangkat tangan pada qunut nazilah, sama sebagaimana dalam istisqa yaitu mengangkat kedua tangan sampai kelihatan ketiak.

    Tidak disyariatkan mengusap wajah

Sebagian dari orang yang qunut biasanya mengusap wajah setelah qunut. Hal tersebut memang berdasarkan dalil umum terkait selesai berdo’a dengan mengakat tangan. Akan tetapi hadis-hadis yang menerangkan Rasul Saw berdo’a dengan menyapu atau mengusap muka setelah berdo’a hadis-hadisnya dhoif, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah. Dengan demikian tidak disyariatkan mengusap wajah setelah do’a qunut nazilah

    Tidak disyariatkan mengucapkan salawat

Adapula sebagian masyarakat dalam praktik qunut mengucapkan salawat pada akhir do’a qunut. Penambahan ucapan salawat tersebut tidak terdapat dalam hadis-hadis mengenai qunut. Karena asal dalam beribadah itu terlarang, kecuali ada dalil yang memerintahkannya, karena itu tidak disyariatkan membaca salawat diakhir doa qunut.   Wallahu a’lam 

Lembaga Kajian Turats dan Pemikiran Islam PP Pemuda Persis

Kamis, 09 Maret 2023

Hukum Mengangkat Tangan Ketika Berdoa Part 2

 

KAMIS, 09 MARET 2023

Kantor



Mengangkat Tangan Ketika Berdoa Ada di Kitab Taurat (Part-2: Tamat)

BY Hendi Santika — 02 April 2018
0

MENGANGKAT TANGAN KETIKA BERDO’A ADA DI KITAB TAURAT (Part-2: Tamat) (Studi Kritik Analisis Jalur Periwayatan Innallāha Hayyun Karīm, ….)   Sebelumnya pada kajian pertama telah kami post-kan jalur periwayatan Salman al-Farisi dimana kasimpulan penulis bahwa riwayat yang mahfūdz pada jalur Salman adalah mauqūf dengan sanad yang shahih. bagi yang belum sempat membaca post pertama sekaligus menela’ahnya bisa klik disini,.. Berikutnya pada post ke-2 ini kami sampaikan analisis periwayatan yang lainnya dari jalur Anas bin Malik r.a, Jabir bin ‘Abdullāh r.a, dan Ibnu Umar r.a. sebagai kajian terakhir disertai kesimpulan akhirnya. Berikut jalur-jalur yang kami dapatkan sebagai bahan analisisnya:

    HADITS ANAS R.A :

Riwayat Anas bin Malik ini semuanya ada 3 jalur, yaitu:

    Jalur pertama terdapat Aban Bin Aby Iyyas

عبد الرزّاق عن معمر عن أبان عن أنس قال: قال رسول الله ﷺ إنّ ربكم حيّي كريم ثمّ يستحيي إذا رفع العبد يديه أن يردّهما صفراً حتى يجعل فيهما خيراً. Dikeluarkan oleh: Abdurrozzaq; Kitab Al-Mushonnaf ‘Abdurrozzaq. Juz 2. No.3250 hal. 251[1].Al-Baghwy; Kitab Al-Baghwy Fie Syarhi As-Sunnat. Bab Targib Fie Du’a 5/186 no.1386 [2]. Abu Nu’iem; Kitab Hilyatu Al-Auliyai Wa Thobaqotu Al-Ashfiyai  Juz 8 hal.131 [3] Sanad dan Matan diatas riwayat Abdurrozzaq. Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Aban adalah Munkarul Hadits”. Begitupun Yahya bin Ma’in mengatakan: “Aban Dla’if dan Matrukul Hadits” [4]. Jalur ini dla’if goir muhtamal  (hadits dla’if yang tidak memungkinkan untuk saling menguatkan dengan riwayat yang lainnya)

    Jalur kedua terdapat Amir bin Yasaf dan Bisyar bin Walid

أخبرناه أبو عبد الله الصفار ثنا أبو بكر بن أبي الدنيا ثنا بشر بن الوليد القاضي ثنا عامر بن يساف عن حفص بن عمر بن عبد الله بن أبي طلحة الأنصاري قال حدّثني أنس بن مالك رضي الله عنه قال:  قال رسول الله ﷺ : إنّ الله رحيم حيي كريم يستحي من عبده أن يرفع إليه يديه ثمّ لا يضع فيهما خيرا. Dikeluarkan oleh: Al-Hakim; Kitab Al-Mustadrok ‘Ala Ash-Shahihain lil-Hakim Jilid 1 hal.497-498 [5] Pada jalur ini terdapat rowi-rowi yang lemah, yaitu:

    Amir bin Yasaf : Abu Daud menilai : “tidak apa-apa”. Ibnu Ma’in menilai: “laisa bisyain” (dla’if).  Ibnu ‘Ady menilai: “(dia) Munkarul Hadits”. [6] Dan Ibnu Hajar menilainya : “(Amir bin Yasaf) ini majhul (tidak dikenal) tingkat 9. [7]
    Bisyar bin Walid: Imam As-Sulaimany mengatakan: “dia itu Munkarul Hadits”. Abu daud menilainya: “(dia) itu lemah”.

Jalur ini dla’if goir muhtamal (hadits dla’if yang tidak memungkinkan untuk saling menguatkan dengan riwayat yang lainnya)  

    Jalur ketiga terdapat Habieb Katib Malik

حدّثنا المقدام بن داود، ثنا حبيب كاتب مالك، ثنا هشام بن سعد، عن ربيعة بن أبي عبد الرحمن قال: سمعت أنسا رضي الله عنه يقول: قال رسول الله ﷺ : إنّ الله عزّ وجلّ  جواد كريم، يستحيي من العبد المسلم إذا دعاه أن يردّ يديه صفرا ليس فيهما شيء. Dikeluarkan oleh: At-Thobarāny; Kitab Ad-Du’a Litthobarony Jilid 2 No.204 Hal. 878 [8] Habieb Katib Malik: Abu Daud mengatakan: “dia termasuk paling dusta diantara manusia”. Abu Hatim berkata: “Haditsnya Matruk (ditinggalkan) meriwayatkan dari Ibn Akhy Zuhry hadits-hadits palsu”. Begitupun Imam An-Nasa’i menilai: “dia Matrukul Hadits”. [9] Jalur ini dla’if goir muhtamal (hadits dla’if yang tidak memungkinkan untuk saling menguatkan dengan riwayat yang lainnya) Dengan demikin ke-3 jalur Anas r.a diatas riwayatnya lemah karena melewati rowi-rowi yang lemah dan tidaklah benar riwayat ini Anas r.a mengabarkan dari Nabi saw. Berikut bagan riwayat Anas r.a dari 3 jalur periwayatan:  

    HADITS JABIR BIN ‘ABDULLAH R.A:

حدّثنا عبيد الله بن معاذ قال : ذكر أبي، عن يوسف بن محمد بن المنكدر، عن أبيه، عن جابر بن عبد الله، قال : قال رسول الله ﷺ إنّ الله تعالى حيي كريم يستحيي من عبده أن يرفع إليه يديه فيردّهما صفراً ليس فيهما شيء. Dikeluarkan oleh: Ahmad bin ‘Aly bin Al-Mutsanna At-Tamimy: Kitab Musnad Abi Ya’la Al-Musholy.  Juz 3 hal.391-392[10]. Ibnu ‘Ady: Kitab Al-Kamil Fi Dlu’afai Ar-Rijal.  Juz 7 hal.156[11]. Ath-Thobarāny: Kitab Al-Mu’jamu Al-Ausath Lithobarāny.  Juz 5 No. 4591 hal.31[12] Matan dan Sanad Hadits diatas riwayat Ahmad bin ‘Aly. Untuk Hadits Jabir r.a ini walau dikeluarkan di 3 kitab namun bermuara pada Yusuf bin Muhammad Al-Munkadir: rowi “Dla’if”. Abu Hatim berkata: “Tidak kuat, haditsnya ditulis”. Abu Daud berkata: “(dia) Dla’if”. Abu Basyar Ad-Dulaby: “Matrukul Hadits”. Imam An-Nasa’i berkata: “Tidak kuat”. [13] Dalam kitab lainnya Imam An-Nasa’i berkata: “Matrukul Hadits”. [14]. Imam Al-Azdy berkata: “Matrukul Hadits” [15] Ibnu Hajar: “Dla’if”. [16] Hadits Jabir ini versi Imam An-Nasa’i adalah dla’if goir muhtamal  (hadits dla’if yang tidak memungkinkan untuk saling menguatkan dengan riwayat yang lainnya). Dan versi Ibnu Hajar adalah dla’if muhtamal  (hadits dla’if yang memungkinkan untuk bisa naik saling menguatkan dengan riwayat yang lainnya) Berikut bagan riwayat Jabir bin ‘Abdullah r.a:    

    HADITS ‘ABDULLAH BIN ‘UMAR R.A :

حدّثنا عبيد العجلي ثنا محمد بن عمر ويه الهروي ثنا الجارود بن يزيد ثنا عمر بن ذر عن مجاهد عن ابن عمر قال قال رسول الله ﷺ إنّ ربكم حيي كريم يستحي أن يرفع العبد يديه فيردّهما صفراً لا خير فيهما. فإذا رفع أحدكم يديه فليقل يا حي لا إله إلا أنت يا أرحم الراحمين ثلاث مرّات، ثمّ إذا ردّ يديه فليفرغ ذلك الخير إلى وجهه. Dikeluarkan oleh: Ath-Thobarāny: Kitab Al-Mu’jamu Al-Kabiru Lithobarāny.  Juz 12 No.13557 hal.423[17]. Ibnu ‘Ady: Kitab Al-Kamil Fi Dlu’afai Ar-Rijal.  Juz 2 hal.173[18] Riwayat ini walaupun dikeluarkan di dua kitab, namun melewati jalur tunggal yang bermuara ke Jārud bin Yazīd: rowi matrūk. Imam An-Nasā’i dan Ad-Daraquthny berkata: “Matrūk”. Dan Abu Hatim, Abu Usamah berkata: “Kadzzāb (pendusta)”. Yahya bin Ma’in: “Laisa bisyaiin (Dla’if). [19] Hadits Abullah bin Umar r.a ini lemah sekali termasuk katagori dla’if goir muhtamal (hadits dla’if yang tidak memungkinkan untuk saling menguatkan dengan riwayat yang lainnya).   Kesimpulan: Melihat keseluruhan riwayat diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

    Hadits Salman Al-Farisi r.a terdapat 2 riwayat:

    Riwayat yang Marfū’: terdapat 2 jalur yang riwayat nya Munkar dan Syādz tidak bisa dijadikan hujjah.
    Riwayat yang Mauqūf: terdapat 5 jalur yang riwayat nya Mahfūdz (terpelihara). Artinya riwayat ini shahih dan riwayatnya kuat.

    Hadits Anas bin Malik r.a terdapat 3 jalur periwayatan yang semuanya Munkar dan Matrūk.
    Hadits Jābir terdapat satu jalur yang riwayatnya Matrūk, dan apabila standar penilai Ibnu Hajar dipakai dengan nilai dlaif muhtamal tetap kedlaifannya tidak ada yang menguatkan akan kemarfū’’annya.
    Hadits Abdullah bin ‘Umar r.a terdapat satu jalur yang riwayatnya Munkar dan Matrūk.

Dengan  demikian keseluruhan riwayat yang marfū’ adalah Dla’if (lemah) yang tidak bisa saling menguatkan, karena termasuk “dla’if syadīd”. Adapun riwayat yang mauqūf (sampai shahabat) adalah Shahih. Apakah riwayat yang mauqūf shahih ini bisa dijadikan hujjah sebagai Marfū’ Hukman? (hadits mauqūf yang dihukumi marfū’ sampai ke Nabi saw). Berikut jawabannya: Riwayat yang mauqūf shahih ini bisa kita kutip lagi disini:

    Jalur Sulaiman At-Taimy:

حدّثنا يزيد أخبرنا سليمان التيمي عن أبي عثمان عن سلمان قال : إنّ الله ليستحي أن يبسط العبد إليه يديه يسأله فيهما خيرا فيردّهما خائبتين. Salman berkata: “Sesungguhnya Allah swt malu ketika  hamba-Nya membentangkan kedua tangannya kepadaNya dan meminta (berdo’a) padaNya kebaikan, kemudian Ia tidak membalasnya  sama sekali”. Untuk jalur Sulaiman At-Taimay ini dilihat dari teks matan masih belum jelas apakah ini perkataan Salman saja atau memungkinkan beliau mendengar dari Nabi saw.

    Jalur Yazid bin Abi Sholih

حدّثنا وكيع، عن يزيد بن أبي صالح، قال: حدّثني أبو عثمان النهدي، عن سلمان قال: إنّ الله حيي كريم، يستحيي من عباده أن يرفع إليه يده، يدعوه، فيردّهما صفرا، ليس فيها شيء. Salman  berkata: “Sesungguhnya Allah swt malu kepada hambaNya yang mengangkat tangannya dan berdo’a, kemudian Ia tidak membalasnya sama sekali”. Untuk jalur Yazid pun sama dengan jalur yang dibawa oleh Sulaiman masih belum jelas.

    Jalur Tsabit Al-Bannany, Humaid At-Thowil dan Sa’id Al-Juroiry

أخبرنا أبو عبد الله الحافظ ثنا أبو العبّاس محمّد بن يعقوب ثنا محمّد بن إسحاق الصاغاني ثنا عفّان ثنا حماد بن سلمة عن ثابت وحميد و سعيد الجريري عن أبي عثمان النهدي عن سلمان أنّه قال: أجد في التوراة إنّ الله حييّ كريم يستحي أن يردّ يدين خائبتين سئل بهما خيراً. Salman berkata: “Aku mendapatkan di kitab Taurat  bahwa Allah swt malu untuk tidak membalas sama sekali do’a (hambaNya) meminta kebaikan”. Dari ketiga riwayat diatas jelas riwayat pertama dan kedua masih “Ihtimalat” (kemungkinan) namun di perjelas oleh riwayat ke tiga bahwa perkataan Salman itu berdasarkan temuannya di kitab Taurat. Tsabit bin Aslam yang di gandeng oleh Humaid dan Sa’id sebagai riwayat maqrūn jelas merupakan Ziyadatu Tsiqah. Karena Tsabit lebih Tsiqah daripada rowi yang lainnya. Ini sudah sangat jelas, bahwa riwayat ini tepatnya adalah bukan dari perkataan Nabi saw karena berdasarkan kajian ilmu hadits riwayat-riwayat yang marfū’ adalah munkar dan syādz. Tepatnya riwayat ini adalah perkataan yang didapat oleh Salman Al-Farisy di kitab Taurat. Apa saja yang datang bukan dari Al-Qur’an dan Hadits Shahih bukanlah hujjah, terlebih ayat-ayat yang ada di kitab-kitab terdahulu sudah di-mansūkh, tidak berlaku. Kitab-kitab terdahulu sebelum Al-Quran terindikasi banyak ayat-ayat yang sudah dirubah walau mungkin beberapa ayatnya masih orsinil adalah kalam Allah s.w.t. Kita tidak tahu mana ayat-ayat yang sudah dirubah dan mana ayat-ayat yang masih murni kalamullah. Kalaupun diketahui beberapa ayatnya masih terpelihara keasliannya tetaplah bukan menjadi hujjah karena kitab Al-Quran dan Al-Hadits adalah kitab akhir yang menjadi pokok rujukan ibadah umat Islam. Wallahu A’lam.   Abu Aqsith, Dadi Herdiansah abu-aqsith.com                           [1] Cetakan: Habibu Ar-Rohmani Al-A’dzomy [2] Cetakan: Al-Maktabu Al-Islamy [3] Cetakan: Daru Al-Kutubi Al-‘Ilmiyyati [4] Kitab Tahdzibu Al-Kamali: Jamaluddin al-Mizzy.  Juz 2 Hal.20  Cetakan: Muassasatu Ar-Risalti [5] Cetakan: Daru Al-Ma’rifah.   [6] Kitab  Tahdzibu At-Tahdzib; Ibnu Hajar. hal.269 cet. Muassasatu Ar-Risalah. [7] Kitab Taqribu At-Tahdzib; Ibn Hajar hal.479 no.3129 dan 3118 Cet.Darul ‘Ashimah [8] Cetakan: Muassasatu Ar-Risalah [9] Kitab Tahdzibu Al-Kamali: Jamaluddin al-Mizzy.  Juz 5 Hal.369  Cetakan: Muassasatu Ar-Risalti [10] Cetakan: Daru At-Tsaqofati Al-‘Arobiyyati [11] Cetakan: Daru Al-Fikr [12] Cetakan: Daru Al-Haromain [13] Kitab Tahdzibu Al-Kamali: Jamaluddin al-Mizzy.  Juz 32 Hal.456  Cetakan: Muassasatu Ar-Risalti [14] Kitab Ad-Dlu’afau Wa Al-Matrukun Lin-Nasa’i. hal. 246 cet.Muassasatu Al-Kutubi At-Tsaqofiyah. [15] Kitab  Tahdzibu At-Tahdzib; Ibnu Hajar. Juz 4 hal.460 cet. Muassasatu Ar-Risalah. [16] Kitab Taqribu At-Tahdzib: Ibnu Hajar. Hal 1095 Cet. Darul ‘Ashimah. [17] Cetakan: Maktabatu ibni Taimiyyati. [18] Cetakan: Daru Al-Fikr [19] Kitab Lisanul  Mizan; Ibn Hajar Juz 2 hal.411 no.1748 cet. Maktabu Al-Matbu’ah Al-Islamiyyah.
Tags:
Berita Populer
Ikhwan
© 2023 Pimpinan Persatuan Islam — Cahaya Islam Berkemajuan.

Hukum Mengangkat Tangan Ketika Berdoa Part 1

Dikutip dari Persis.co.id

Mengangkat Tangan Ketika Berdo'a Ada di Kitab Taurat

BY Hendi Santika — 31 Maret 2018

(Kritik Analisis Jalur Periwayatan Innallāha Hayyun Karīm, ….)   Terdapat hadits-hadits shahih untuk mengangkat tangan ketika berdo’a pada tempat-tempat tertentu seperti ketika berdo’a dalam shalat istisqā dll. Namun apakah di syariatkan di setiap tempat kapanpun kita berdo’a dengan mengangkat tangan? Contohnya ketika berdo’a mengangkat tangan setelah selesai shalat wajib dll. Terdapat hadits yang biasa dijadikan dalil umum sebagai bolehnya atau di syariatkannya mengangkat tangan di setiap kita berdo’a. hadits yang dijadikan dalil umum itu adalah: إنّ الله حيّ كريم يستحي إذا رفع الرجل إليه يديه إن يردّهما صفرا خائبتين “Sesungguhnya Allah swt yang maha pemalu dan maha mulia, malu apabila seseorang mengangkat kedua tangannya (berdo’a) kepadaNya, lalu Dia tidak membalasnya sama sekali”. Apakah hadits ini Shahih? Berikut takhrīj berkenaan hadits ini:

    HADITS ANAS R.A:

Riwayat Salman Al-Farisi Yang Marfu:

    Riwayat Ja’far bin Maimun

حدّثنا محمد بن بشّار، قال : حدّثنا ابن أبي عديّ ، قال: أخبرنا جعفر بن ميمون صاحب الأنماط، عن أبي عثمان النهدي، عن سلمان الفارسيّ، عن النبيّ ﷺ قال : إنّ الله حيّ كريم يستحي إذا رفع الرجل إليه يديه إن يردّهما صفرا خائبتين. (Terjemah hampir sama dengan diatas) Dikeluarkan oleh: At-Tirmidzy; Kitab Al-Jami’e Al-Kabir lit-Tirmidzy Juz 5 hal.521[1]. Abu Daud; Kitab Sunan Abi Daud  Juz 2 No.1488 hal.112[2]. Ibnu Majah; Kitab Sunan Ibnu Majah Juz 5 No.3865 hal.33[3]. Al-Baihaqy; Kitab As-Sunanu Al-Kubro Lil-Baihaqy Juz 2 No.3146 hal.300[4]. Al-Baihaqy; Kitab Al-Asma Wash Shifati Lil-Baihaqy Jilid 1 No.155 hal.220[5]. Ibnu Hibban; Kitab Shahih Ibnu Hibban Juz 3 No.876 Hal.160[6]. At-Thobarāny; Kitab Ad-Du’a Litthobarony Jilid 2 No.203 Hal.877-878[7]. Al-Hakim; Kitab Al-Mustadrok ‘Ala Ash-Shahihain lil-Hakim Jilid 1 hal.497[8]. Ibnu ‘Ady Al-Jarjany; Kitab Al-Kamil Fi Dlu’afai Ar-Rijal  Juz 2 hal.139[9]. Muhammad bin Salamah; Kitab Musnad Ash-Shihab Jilid 2 No.1111 hal.165[10]. Al-Bazzār; Kitab Al-Bahru Az-Zakhoru Bimusnadi Al-Bazzar Juz 6 No.2511 hal.478-479[11]. Sanad dan Matan diatas riwayat Imam At-Tirmidzy. Dari takhrīj di atas dari mulai Imam At-Tirmidzy sampai Imam Al-Bazzar semua riwayatnya barasal dari satu rowi yang bernama Ja’far bin Maimun. Kemudian selain dari jalan Ja’far bin Maimun yang meriwayatkan dari Abu Utsman An-Nahdy, juga terdapat 2 rowi lagi yang meriwayatkan dari Abu Utsman An-Nahdy yaitu: Sulaiman At-Taimy dan Abu Al-Mu’alla. Berikut riwayatnya:  

    Riwayat Sulaiman At-Taimy

حدّثنا محمّد بن النضر الأزدي، ثنا محمّد بن الفرج، ثنا أبو همام محمّد بن الزبرقان، عن سليمان التيمي، عن أبي عثمان النهدي، عن سلمان الفارسي رضي الله عنه، قال : قال رسول الله ﷺ إنّ الله عزّ وجلّ  ليستحي من العبد أن يرفع إليه يديه فيردّهما خائبتين. (Terjemah hampir sama dengan diatas) Dikeluarkan oleh: At-Thobarāny; Kitab Ad-Du’a Litthobarāny Jilid 2 No.202 Hal.877[12]. Muhammad bin Salamah; Kitab Musnad Ash-Shihab Jilid 2 No.1110 hal.165[13] Sanad dan Matan diatas riwayat At-Thobarāny. Dari takhrīj diatas riwayat At-Thobarāny dan Muhammad bin Salamah keduanya mendapat riwayat berasal dari jalan Abu Hammam dari Sulaiman At-Taimy dari Abu Utsman An-Nahdy.  

    Riwayat Abu Al-Mu’alla

ثنا الحسين، ثنا الفضل بن سهل، ثنا محمّد بن عبد الله الأنصاري حدّثني أبو المعلّى [14]، قال: سمعت أبا عثمان النهدي يقول : سمعت سلمان الفارسي يقول: قال رسول الله ﷺ إنّ الله حيّ كريم يستحيي إذا رفع العبد يديه أن يردّهما صفراً حتى يضع فيهما خيراً. (Terjemah hampir sama dengan diatas) Dikeluarkan oleh: Mahāmily; Kitab Amaly Al-Mahāmily No.433 hal.380[15]. Al-Baghwi; Kitab Al-Baghwy Fie Syarhi As-Sunnat. Bab Targib Fie Du’a 5/185 no.1385[16]. Al-Baghdādy; Khotib al.baghdādy Fie tārikh 3/235-236. Sanad dan Matan diatas riwayat Al-Mahāmily. Dari takhrīj diatas riwayat Al-Mahāmily, Al-Baghwy dan Al-Baghdady ketiganya mendapat riwayat berasal dari jalan Abu Al-Mu’alla dari Abu Utsman An-Nahdy. Berikut skema sanad dari ketiga rowi tersebut: Demikian jalur yang Marfu’ secara umum semuanya bermuara ke tiga orang rowi sebelum ke Abu Utsman (tabiin) dan ke Salman (Shahabat).  Riwayat Salman Al-Farisi Yang Mauquf: Selain riwayat yang marfu didapatkan, juga terdapat jalur yang mauqūf hanya sampai sahabat Nabi saw yaitu Salman Al-Farisi. Dengan demikian riwayat Salman ini terjadi perselisihan yang perlu pentarjihan, apakah riwayat yang benar itu marfu atau mauquf? dikarenakan jalur periwayatannya sama-sama dari Abu Utsman An-Nahdy dari Salman Al-Farisy. Sebelum masuk pembahasan kesana, Berikut riwayat-riwayat yang mauquf tersebut:

    Riwayat Sulaiman At-Taimy

حدّثنا يزيد أخبرنا سليمان التيمي عن أبي عثمان عن سلمان قال : إنّ الله ليستحي أن يبسط العبد إليه يديه يسأله فيهما خيرا فيردّهما خائبتين. (Terjemah hampir sama dengan diatas) Dikeluarkan oleh; Imam Ahmad; Kitab Musnad Al-Imam Ahmad bin Hambal Juz 39 No.23714 hal.119 [17]. Al-Hakim; Kitab Al-Mustadrok ‘Ala Ash-Shahihain lil-Hakim Jilid 1 hal.497[18]. Ibnu Abi Syaibah; Kitab Al-Mushonnaf Libni Abi Syaibah Juz 10 No.30049 hal.119[19] Sanad dan Matan diatas riwayat Imam Ahmad. Dari takhrīj diatas riwayat Imam Ahmad dan Al-Hakim jalur periwayatannya dari Yazin bin Harun dari Sulaiman. Dan adapun riwayat Ibnu Abi syaibah jalur periwayatannya dari Muadz bin Muadz dari Sulaiman.

    Riwayat Yazid bin Abi Sholih

حدّثنا وكيع، عن يزيد بن أبي صالح، قال: حدّثني أبو عثمان النهدي، عن سلمان قال: إنّ الله حيي كريم، يستحيي من عباده أن يرفع إليه يده، يدعوه، فيردّهما صفرا، ليس فيها شيء. (Terjemah hampir sama dengan diatas) Dikeluarkan oleh Hannad bin Sieriy; Kitab Al-Juhd Lil-Hannad  Juz 2 No.1361 hal.629[20]  

    Riwayat Tsabit Al-Bunnany, Humaid At-Thowil dan Sa’id Al-Juroiry

أخبرنا أبو عبد الله الحافظ ثنا أبو العبّاس محمّد بن يعقوب ثنا محمّد بن إسحاق الصاغاني ثنا عفّان ثنا حماد بن سلمة عن ثابت وحميد و سعيد الجريري عن أبي عثمان النهدي عن سلمان أنّه قال: أجد في التوراة إنّ الله حييّ كريم يستحي أن يردّ يدين خائبتين سئل بهما خيراً. Dikeluarkan oleh: Imam Al-Baihaqy; Kitab Al-Asma Wash Shifati Lil-Baihaqy Jilid 1 No.156 hal.223 [21] Ketiga rowi ini yakni Tsabit, Humaid dan Sa’id sama-sama meriwayatkan dari Abi Utsman dari Salman secara mauquf. Demikian jalur yang Mauquf secara umum semuanya bermuara ke lima orang rowi sebelum ke Abu Utsman (tabiin) dan ke Salman (Shahabat). Berikut skema sanad dari kelima rowi tersebut: Apabila kita perhatikan dari kedua jalur riwayat tersebut (marfu dan mauquf) ternyata terdapat Sulaiman At-Taimy diantara keduanya. Riwayat yang marfu melalui jalan Abu Hammam dari Sulaiman, adapun riwayat yang mauquf melalui Jalan Yazid bin harun dan Muadz bin Muadz dari Sulaiman. Artinya riwayat ini berselisih. Dan dengan metode tarjih maka riwayat Sulaiman dari jalan Yazid dan Muadz yang mauquf adalah mahfudz (terpelihara) sedang riwayat Sulaiman dari jalan Abu Hammam yang marfu adalah Munkar. Itu dikarenakan Abu Hammam yaitu Muhammad bin Az-Zibriqan yang meriwayatkan dari Sulaiman secara marfu adalah rowi yang suka keliru (Wahm) menurut Ibnu Hajar dan hanya mencapai derajat Shoduq [22]. Abu Hatim memberi penilain Shoduq saja. Ibnu Ma’in dan An-Nasa’i memberi penilaian “La ba’sa bih” [23]. Adapun Muadz bin Muadz dia seorang rowi yang tsiqah. An-Nasa’i, Imam Abu Hatim dan Yahya bin Ma’in mengatakan demikian [24]. Ibnu Hajar menyimpulkan dari berbagai pendapat itu dengan mengatakan: “Tsiqatun Mutqinun”[25] Begitupun Yazid bin Harun termasuk rowi yang Tsiqah. Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Hafidzon Mutqinan”. Yahya bin Ma’in, ‘Ijly, ‘Ali bin Madiny dan Abu Hatim juga menilainya Tsiqah[26]. Dengan begitu Ibnu Hajar memberikan kesimpulan dengan penilaian: “Tsiqatun Mutqinun ‘Abidun” [27] Kedua rowi tersebut (Muadz bin Muadz dan Yazid bin Harun) meriwayatkan dari Sulaiman secara Mauquf. Dan inilah yang terpelihara.   Pentarjihan antara riwayat yang marfu dan mauquf:

    Riwayat yang Marfu: terdapat 2 rowi yang meriwayatkan dari Abu Utsman, Yaitu:
    Ja’far bin maimun : Dia seorang rowi yang suka salah dalam periwayatan, dari seluruh penilaian para ahlu jarh dan ta’dil imam ibnu hajar memberikan penilaian padanya: “Shoduq Yukhty”[28].
    Abu Al-Mu’alla : Yahya bin Maimun dinilai tsiqah oleh An-Nasa’i dan Yahya bin Ma’in dan pada riwayat yang lain Yahya bin Ma’in mengatakan “laisa bihi ba-sun” (nilai sederajat dengan Shoduq[29]). Abu hatim memberi penilaian “sholihu Al-Hadits” [30] (Sholihu Al-Hadits nilai dibawah Shoduq[31]). Dari penilaian itu semua Ibnu Hajar memberi kesimpulan dengan penilaian Tsiqatun [32].
    Riwayat yang Mauquf: terdapat 5 rowi yang meriwayatkan dari Abu Utsman, Yaitu:
    Tsabit bin Aslam Al-Bunnany: telah di-tautsiq oleh Imam Ahmad, An-Nasa’i. Abu Hatim mengatakan :”Atsbat”[33]. Dan Ibnu Hajar memberikan penilaian: “Tsiqatun ‘Abidun”[34]
    Humaid bin Abi Humaid At-Thowily: mendapat nilai Tsiqah dari Yahya bin Ma’in, Ahmad bin ‘Abdullah Al-’Ijly dan Abu Hatim [35]. Ibnu Hajar menyimpulkan Tsiqah[36] dengan catatan beberapa riwayat Anas ia tadliskan yang sebenarnya mendengar dari Tsabit[37].
    Sa’id bin Iyyas Al-Juroiry: mendapat nilai Tsiqah dari Yahya bin Ma’in dan An-Nasa’i dan Abu Hatim mengatakan hafalannya berubah menjelang kematiannya (pikun) [38]. Ibnu Hajar mengatakan: “Tsiqatun, pikun sebelum kematiannya tiba kisaran 3 tahun[39]
    Sulaiman At-Taimy: “Tsiqatun ‘Abidun” (sudah dibahas sebelumnya)
    Yazid bin Abi Sholih: Dikatakan oleh Ibnu Ma’in : “Tsiqatun”[40]

  Berikut skema gambarnya: Dengan melihat penilaian diatas dari masing-masing rowi, Nampak bahwa riwayat ja’far bin maimun adalah lemah dan munkar telah menyalahi riwayat 5 rowi yang mauquf. Adapun jalur riwayat Yahya bin Maimun walaupun ia adalah seorang rowi yang dinilai Tsiqoh oleh yahya bin main dan yang lainnya dan juga hanya mendapat nilai Sholihul Hadits dari Abu Hatim maka riwayat ini adalah Syadz karena telah menyalahi riwayat 5 rowi yang semuanya adalah Tsiqoh bahkan diantaranya ada yang mencapai “Tsiqatun ‘Abidun” yaitu Tsabit dan Sulaiman At-Taimy. Untuk Humaid walaupun memiliki sifat “tadlis” namun beliau Tsiqah dan dalam riwayat ini dipastikan tidak sedang “tadlis”. Begitupun Sa’id Al-Jariry walaupun “mukhtalith” namun beliau Tsiqah dan dalam riwayat ini dipastikan tidak sedang “takhlith” karena kedua-duanya digandeng oleh Tsabit yang “Tsiqutun ‘Abidun”, oleh Sulaiman dan Yazid yang Tsiqatun sehingga secara keseluruhan riwayat yang mauquf ini sungguh telah kokoh dan kuat diriwayatkan oleh 5 orang rowi yang Tsiqah. Kesimpulan: hadits Salman yang mahfudz (terpelihara) adalah riwayat yang mauquf hanya sampai ke Salman. Adapun riwayat yang marfu sampai ke Nabi saw adalah Munkar dan Syad. Bersambung pada jalur hadits Anas bin Malik r.a, … Abu Aqsith, Dadi Herdiansah abu-aqsith.com   [1] Cetakan: Daru Al-Gorby Al-Islamy [2] Cetakan: Daru Ibni Hajm [3] Cetakan: Daru Ar-Risalati Al-‘Alamiyyati [4] Cetakan: Daru Al-Kutubi Al-‘Ilmiyyati [5] Cetakan: Maktabatu As-Sawady. [6] Cetakan: Muassasatu Ar-Risalah [7] Cetakan: Muassasatu Ar-Risalah [8] Cetakan: Daru Al-Ma’rifah. [9] Cetakan: Daru Al-Fikr [10] Cetakan: Muassasatu Ar-Risalah [11] Cetakan: Maktabatu Al-‘Ulumi wa Al-Hukmi [12] Cetakan: Muassasatu Ar-Risalah [13] Cetakan: Muassasatu Ar-Risalah [14] يحيى بن ميمون، القاضي، الكوفي [15] Cetakan: Al-Maktabatu Al-Islamiyatu [16] cetakan: Al-Maktabu Al-Islamy [17] Cetakan: Muassasatu Ar-Risalati. [18] Cetakan: Daru Al-Ma’rifah. [19] Cetakan: Maktabatu Ar-Rusydy [20] Cetakan: Daru Al-Khulafai Lil-Kitabi Al-Islamy. [21] Cetakan: Maktabatu As-Sawady. [22] Kitab Taqribu At-Tahdzib: Ibnu Hajar. Hal 414 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalati [23] Kitab Tahdzibu Al-Kamali: Jamaluddin al-Mizzy.  Juz 25 Hal.210 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalti [24] Kitab Tahdzibu Al-Kamali: Jamaluddin al-Mizzy.  Juz 28 Hal.134-135 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalti [25] Kitab Taqribu At-Tahdzib: Ibnu Hajar. Hal 469 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalati [26] Kitab Tahdzibu Al-Kamali: Jamaluddin al-Mizzy.  Juz 32 Hal.266-267 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalti [27] Kitab Taqribu At-Tahdzib: Ibnu Hajar. Hal 535 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalati [28] Kitab Taqribu At-Tahdzib: Ibnu Hajar. Hal 81 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalati [29] Kitab Lisanu Al-Mizan; Ibnu Hajar. Juz 1 Hal.199. Cetakan: Maktabu Al-Matbu’ati Al-Islamiyati. [30] Kitab Tahdzibu Al-Kamali: Jamaluddin al-Mizzy.  Juz 32 Hal.16 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalti [31] Kitab Lisanu Al-Mizan; Ibnu Hajar. Juz 1 Hal.199. Cetakan: Maktabu Al-Matbu’ati Al-Islamiyati [32] Kitab Taqribu At-Tahdzib: Ibnu Hajar. Hal 527 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalati [33] Kitab Tahdzibu Al-Kamali: Jamaluddin al-Mizzy.  Juz 4 Hal.347 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalti [34] Kitab Taqribu At-Tahdzib: Ibnu Hajar. Hal 71 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalati [35] Kitab Tahdzibu Al-Kamali: Jamaluddin al-Mizzy.  Juz 7  Hal.359 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalti [36] Kitab Taqribu At-Tahdzib: Ibnu Hajar. Hal 120 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalati [37] Kitab Tahdzibu At-Tahdzib: Ibnu Hajar. Juz 1 hal. 494 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalah [38] Kitab Tahdzibu Al-Kamali: Jamaluddin al-Mizzy.  Juz 10  Hal.340 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalti [39] Kitab Taqribu At-Tahdzib: Ibnu Hajar. Hal 173 Cetakan: Muassasatu Ar-Risalati [40] Kitab Al-Jarh Wa At-Ta’dil; Imam Ar-Rozy.  Jilid 7. Hal.34. Cetakan: Daru Ihyai At-Turotsi Al-‘Aroby.

Tips Mendalami Ilmu Lebih Efektif

 


    Seseorang  jika ingin mempelajari ilmu pengetahuan pasti memiliki metode-metodenya tersendiri. Metode yang dipilih pasti merupakan metode yang paling efektif dan seefisien mungkin. Pendalaman ilmu digunakan metode agar mudah dipahami dan dijelaskan kembali. Selain itu efisiensi berpengaruh terhadap waktu dan penggunaan kata efektif yang dipelajari. Oleh karena itu saya ingin menjelaskan mengenai tips mendalami ilmu secara efektif.

1. Mengambil ilmu dari sumber ahli

    Mengambil ilmu bisa didapat dari mana saja di zaman yang canggih ini. Pengambilan ilmu bisa secara luar jaringan maupun dalam jaringan. Adapun luar jaringan dapat diperoleh dari ceramah, kajian, kuliah, koran, buku, artikel, makalah dan lain-lain. Penimbaan dan penelaahan ilmu bisa dilakukan dengan cara membaca maupun mendengar dari sumber ilmu tersebut  yang kemudian bisa dicatat dengan rekaman maupun dengan penulisan. Kemudian pengambilan ilmu dalam jaringan bisa diambil dari video, rekaman suara, artikel online, dan media online lainnya.

2. Mengumpulkan Referensi dari berbagai media

    Pengambilan referensi harus ditulis bersamaan dengan alamat sumber yang dikutip. Pengutipan secara langsung maupun tidak langsung harus dibedakan agar mudah dipahami dari sudut mana diambilnya. Alamat sumber juga harus jelas dan terperinci agar mudah dicari. Hal-hal yang harus ada dalam pengambilan referensi yaitu judul, tanggal, waktu pengaksesan, penulis/ penyusun, penerbit, tahun cetak, halaman, media pengambilan, dan hal yang dibutuhkan lainnya.

3. Menyusun Ilmu dengan kerangka

    Penyusunan ilmu dilakukan setelah dipahami tahap demi tahap secara garis besarnya. Dibuat kerang mempermudah alur penjelasan ilmu dari tahap awal ke tahap akhir. Hal  ini agar mudah dipahami dan enak dibaca, sehingga tidak terbelit-belit.

4. Berpendapat, hipotesis, dan menyimpulkan

    Setelah menyusun dari berbagai sumber dan kerangka maka dipahami seluruh alur pendapat dalam ilmu tersebut yang diringkas menjadi kesimpulan. Kesimpulan setelah dipertimbangkan dari berbagai aspek, fakta, opini maupun kontradiktif sehingga menghasilkan ilmu yang memiliki pendapat yang kuat dan sulit dibantah.