Keutamaan suatu amal adalah suatu keperluan untuk melakukan amal tersebut. Amal yang diyakini dengan benar maka ia akan pasti akan mendapatkannya dan tidak ditipu dengan angan-angan belaka. Dorongan yang membawa kepada angan-angan belaka akan membuat ia mengurungkan diri untuk beramal yang lebih banyak. Angan-angan yang palsu kebanyakan didapatkan dari dorongan-dorongan yang palsu atau dibuat-buat dan tidak berasal. Kepalsuan itu bisa berasal dari hadist-hadist palsu maupun lemah. Oleh karena itu disini saya ingin memaparkan mengenai hadist-hadits lemah dan palsu yang kemungkinan tersebar kepada masyarakat kita, sehingga kita bisa menjauhkan diri kita maupun saudara-saudara kita dari keutamaan ini sebagai bentuk kasih sayang dari kita.
1. Hadits Jaminan Masuk Surga bagi Keluarganya
من قرأ القران و حفظه أدخله الله الجنة و شفعه في عشرة من أهل بيته كلهم قد استوجبو النار
"Barang siapa membaca Al-Qur'an dan menghafalnya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga sera akan memberi syafaat kepada sepuluh dari keluarganya yang seharusnya masuk neraka.
Ibn Khuzaimah dalam sunannya 1/78 no 216, Musnad Ahmad pada Zawaid 2/416 no. 1268, Imam al-Thabaraniy dalam al-mu'jam al-Ausathnya 217/5 no. 5130, Ibn Syaahin dalam al-Targhibnya hal. 66 no. 189, Imam al-Baihaqiy dalam kitab Syu'abu; Imannya 3/341 no. 1796 dengan redaksi tambahan :
و أحلّ حلالهُ وَ حَرَّمَ حَرَامَهُ أَدْخَلَهُ الله الجنة
"Dan menghalalkan apa yang dihalalkan Al-Qur'an serta mengharamkan apa yang diharamkan Al-Qur'an.."
Imam al-Tirmidziy dalam suannya 5/171 no 2905 redaksi yang sama dengna imam al-Baihaqiy. Semuanya melalui jalur Hafsh ibn Sulaiman dari Katsir ibn Zadan dari Ashim ibn Dhamrah dari Ali ibn Abi Thalib ra. dari Nabi Saw.
Hadits ini Maudhu (hadits palsu). Salahsatu rawi yang terindikasi bermasalahnya adalah Hafs ibn Sulaiman al-Asadiy, disebut juga dengan nama Ibn Umar al-Bazzar al-Kufiy, Beliau taffarud dalam periwayatan ini dan dilemahkan oleh segenap ulama Ahli Nuqad. Berikut diantara komentar para ulama, Imam al-Bukharai meninggalkan seluruh periwayatannya. Imam Muslim memandangnya Matruk. Imam al-Nasaiy berkata: ia tidak tsiqah dan seluruh periwayatannya tidak dicatat, dilain tempat berkata: Ia matruk. Abdurrahman ibn Yusuf ibn Kharrasy berkata : Pendusta, matruk dan pemalsu hadits. Yahya ibn Ma'in berkata: ia Pendusta. Imam Ahmad berkata: Matrukul Hadits. *Tahdzib al_kamal 7/11 no 1390). Al Hafizh Ibn Hajar Menyimpulkan: ia Metrukul Hadits. (Taqrib al-Tahdzib 1/257 no. 1414)
2. Hadits Penghafal al-Qur'an akan meringankan siksa kedua orang tuanya meski ia kafir
عن ابن عمر , قال : قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم : من حفظ القرآن نظرا خفّف عن أبويه العذاب و إن كانا كافرينِ
"Dari Ibn Umar ia berkata, Rasulullah Saw bersabda: barangsiapa menghafal al-Qur'an maka akan meringankan siksa bagi kedua orang tuanya meski keduanya orang kafir."
Hadits ini palsu. Imam Ibn al-Jauziy menulis hadits ini dalam kitab al-Maudhuatnya dan mengutip ungkapan imam hatim: Tidak diragukan lagi kepalsian hadits ini. Muhammad Ibn Muhajir ia seorang pemalsu hadits terhadap rawi tsiqah, dan menambahkan pada khabar shahih dengan beberapa lafazh yang ia selaraskan dengan pendapat pribadinya. (al-Maudhuat li ibn al-jauziy 1/415 no. 494). SYaikh Abi Ishaq al-Huwani menyebutkan komentar Ibn 'Adiy terkait rawi Muhammad ibn al-Muhaajir: ia tidak dikenal. Dan imam al-Dzahabi berkata: tidak diketahui. (Natsl al-Nabal bimu'jam al-Rijal 3/285)
3.Hadits Penghafal al-Qur'an mencapai derajat kenabian
Disebutkan dalam kitab al-Ghamaaz 'ala al-limaaz hal. 61 dengan tanpa sanad,
"Barang siapa yang menghafal al-Qur'an, maka sungguh ia telah mencapai derajat kenabian dari kedua sisinya hanya saja tidak melalui pewahyuan."
Rdaksi hadits ini belum ditemukan sand dan riwayatnya. Redaksi yang ditemukan dengan lafadz membaca, bersumber dari Abdullah ibn 'Amr ibn Ash Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallaahu alaihi wa sallam,
مَنْ قَرَأَ القُرْآنَ فَكَأَنَّمَا اسْتَدْرجَتِ النُّبُوَّةُ بَيْنَ جَنْبَيْهِ،غَيْرَ أَنَّهُ لَا يُوحَى إِلَيْه
"Barang siapa membaca al-Qur'an, maka keluarlah nuansa kenabian dari dua sisinya. Hanya saja tidak melalui pewahyuan".
Hadits ini dikeluarkan oleh imam al-Thabaraniy dalam al-Mu'jam al-Kabirnya 13/649 no. 14575 secara marfu dari jalur Ismail ibn Rafi dari Ábdullah ibn Ámr dari Rasulullah Saw. Al-Hakim dalam Mustadrak ála Shahihainnya 1/738 no. 2028, Imam al-Baihaqiy dalam Syu'abul Imannya secara mauquf 4/177 no. 2352 dan dalam al-Asma wa al-Shifat 2/13 no. 581, Ibn Abi Syaibah dalam Mushan- nafnya secara mauquf 15/445 no. 40573). (lihat pohon sanad dibagian akhir)
Analisis Sanad Marfu
Riwayat imam al-Thabaraniy. Hadits ini sangat dhaif karena terdapat rawi bernama Ismail ibn Rafi, beliau adalah Ismail ibn Rafi' ibn Uwaimir, disebut juga Ibn Abi Uwaimir, berikut komentator para ulama, Imam Yahya ibn Main berkata, ia Dhaif. Imam Ibn 'adiy berkata: seluruh hadits-hadits- nya perlu ditinjau kembali. (Al-Hafizh al-Mizziy, Tahdzib al-Kamal 3/85). Imam Ahmad sependapat dengan Ibn Maín namun menambahkan jarh ia munkarul hadits. Ibn Hibban berkata: ia seseorang yang shalih namun kerap memutarbalikan informasi (khabar) sehingga kebanyak periwayatan ha- ditsnya menjadi munkar (banyaknya redaksi yang keliru). Abu Hatim ber- kata: ia munkarul Hadits. (al-Hafizh Ibn Hajar, Tahdzib al-Tahdzib 1/149). Imam al-Dzahabiy berkata: ia dhaif waahin (sangat keliru). (al-Kasyaf fili Ma'rifah man lahu riwayah fi al-Kutub al-Sittah 2/116) Imam al-Nasaiy ber- kata: Ismail ibn Rafi'Matrukul Hadits (al-Kamil al-Dhuafa 1/452). Al-Hafizh menyimpulkan dari segenap komen- tar para ulama dengan penilaian, la Dhaiful Hadits (Taqrib al-Tahdzib i 1/139).
Dari beberapa jarh yang ditetapkan para ulama hingga disimpulkan oleh al-Hafizh, maka Ismail ibn Rafi hakikatnya tidak masuk pada rawi yang matruk, namun periwayatannya tidak menempati tempat hujjah. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ya'qub ibn Sufyan yang dikutip oleh al-Hafizh al-Mizzy (Tahdzib al-Kamal 1/85).
Kekeliruan Ismail ibn Rafi ini terungkap karena terdapat beberapa jalur yang idhtirab, yaitu membawakan riwayat yang mauquf dari Abdullah an ibn Ámr,
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، قَالَ : حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ رَافِعٍ ، عَنْ رَجُلٍ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو ، قَالَ : مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَكَأَنَّمَا اسْتَدْرِجَتِ النُّبُوَّةُ بَيْنَ جَنْبَيْهِ إِلا أَنَّهُ لاَ يُوحَى إِلَيْهِ.
"Telah menerangkan kepada kami Waki', ia berkata telah menerangkan kepada kami Ismail ibn Rafi' dari Se- seorang dari Abdullah ibn Ámr ia ber- kata....." (Mushannaf Ibn Abi Syaibah, 15/445)
Pertama, la tidak hanya menerima dari Ismail ibn Ubaidillah, melainkan dari Seseorang yang Mubham, seba- gaimana terdapat pada riwayat yang mauquf. kedua, la pula mengaku me- nerima dari Abi Rafi' dari Seseorang,
أنا أَبُو الْحَسَنِ بْنُ زِرْقَوَيْهِ, أَنا عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ, نا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْحُلْوَانِيُّ, نا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ, نا وَكِيعٌ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ رَافِعٍ عَنْ أَبِي رَافِعٍ عَنْ رَجُلٍ, عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَكَأَنَّمَا اسْتُدْرِجَتِ النُّبُوَّةُ بَيْنَ جَنْبَيْهِ إِلَّا أَنَّهُ لَا يُوحَى إِلَيْهِ
"Telah mengkhabarkan keapda kami Abul Hasan ibn Zirqawaih, telah meng- khabarkan keapda kami Utsman ibn Ah- mad, telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad ibbn Yahya al-Hulwaniy, telah mengkhabarkan keapda kami Yahya ibn Abd al-Hamiid, telah mengkhabarkan kepada kami Waki', dari Ismail ibn Rafi' dari Abi Rafi' dari Seseorang dari Abdul- lah ibn Ámr ia berkata....." (al-Faqih wa al-Mutafaqih (1/197)
Dengan demikian, jalur hadits ini sangat dhaif sekali dan tidak bisa di- kuatkan juga menguatkan.
Terdapat jalur lain dari riwayat imam al-Hakim. Namun jalur ini juga tidak bisa dijadikan hujjah karena ter- dapat rawi lemah, pertama, Tsa'labah ibn Yazid. Al-Hafzih Ibn Hajar menje- laskan dalam Ittihafnya setelah beli- au menyebutkan hadits dari riwayat al-Hakim ini: Aku tidak mengenal Tsa'labah ibn Yazid, adapun Tsa'labah ibn Yazid dari kalangan tabi'in adalah Tsa'labah ibn Yazid al-Kufiy al Hama- niy meriwayatkan dari 'Ali, Tsa'labah ini bukanlah rawi pada riwayat al- Hakim, karena dalam riwayat ini Tsa'labah berasal dari Mesir. Kemu- dian al-Hafizh menunjukan kekeliru- an ini dengan menampilkan riwayat dari Abu Dawud yang berbeda yang sifatnya mauquf. Dari Abi Thahir ibn al-Sarh dari Ibn Wahb dari Yahya ibn Ayub ia berkata, dari Khalid ibn Yazid dari Tsa'labah ibn Abi al-Kindi dari Ábdullah ibn Ámr secara mauquf..... (Ittihaf al-Mihrah 9/440). Dengan de- mikian, lebih tepat, Tsa'labah ini dihu- kumi Majhul, sebagaimana jarh dari imam Abu Hatim, Tsa'labah ibn Abi al-Kindi: ia Majhul Hal. (al-Jarh wa al- Ta'dil 2/463)
Kedua, ada rawi yang bernama, Yahya ibn Utsman ibn Shalih al-Sah- miy. Imam al-Dzahabiy berkata: Pe- riwayatannya mengingkari (al-Kasyaf fi Ma'rifah man lahu riwayah fii al- Kutub al-Sittah 4/492). Muslim ibn Qasim berkata: ia terindikasi Syiah, ia selalu mencatat namun kerap meri- wayatkan hadits yang bukan dari ca- tatannya, karena itulah ia dipandang cacad (tidak diterima periwayatan- nya). (Tahdzib al-Tahdzib 4/377. Al- Hafizh menyimpulan dalam Taqrib- nya Shaduq, tertuduh pengikut aliran Syiah, sebagian ulama melemahkan periwayatannya dikarenakan kerap meriwayatkan bukan dari catatan aslinya. (Taqrib al-Tahdzib 1/1062).
Dengan demikian, jalur inipun sangatdhaif dan tidak bisa menguatkan dan dikuatkan.
Nampaknya, jalur mauquf yang dibawakan oleh imam al-Baihaqiy da- lam Syuȧbul Imannya lebih kuat dan didukung dengan beberapa syahid di- banding dengan sanad marfu. Dengan demikian, tepatnya hadits ini adalah mauquf, sebagaimana diungkapkan juga oleh Imam Ibn Katsir "Dan yang benar pada hadits ini adalah riwayat Mauquf (dari ucapan Ibn Amr), Walla- ahu A'lam. (fadhail al-Quran hal. 297)
4. Hadits Orangtua yang diberi mahkota disebabkan anaknya membaca al-Quran
Hadits ini tidak ada kaitannya dengan hafalan seorang anak terhadap al-Quran, namun hadits ini pula menjadi salahsatu motivasi orangtua sehingga ada sebagian orangtua yang bersifat tasahul hingga berkeyakin- an adanya jaminan keselamatan bagi orangtua yang anaknya pandai mem- baca al-Quran. Hadits yang dimaksud adalah,
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ، أُلْبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ضَوْءُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِي بُيُوتِ الدُّنْيَا لَوْ كَانَتْ فِيكُمْ فَمَا ظَنُّكُمْ بِالَّذِي عَمِلَ بِهَذَا؟
"Barangsiapa yang membaca Al Qur'an dan melaksanakan apa yang terkan- dung di dalamnya, maka kedua orang tuanya pada hari kiamat nanti akan di- pakaikan mahkota yang sinarnya lebih terang dari pada sinar matahari di da- lam rumah-rumah di dunia, jika mata- hari tersebut ada diantara kalian, maka bagaimana perkiraan kalian dengan (pahala yang akan didapatkan) orang yang mengamalkan isi Al Qur'an itu?"
Imam Ahmad dalam Musnadnya 24/402 no. 15645. Syarh Sunnah al-Baghawiy 4/435 no. 1179, dari Zab- ban dari Sahl dari Muádz al-Juhaniy dari Rasulullah Saw dengan redaksi:
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأَحْكَمَهُ، وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ
"Membaca al-Quran, menjadikan hu- kum dan mengamalkannya".
Abu Dawud dalam sunannya 2/70 no. 1453, Abu Ya'la dalam Musnad- nya 3/65 no. 1493, al-Baihaqiy dalam Syuábul Iman 3/342 no. 1797, 2/329
-no 1948. Al-Hakim dalam Mustadraknya 1/756 no. 2085, jalur yang sama dengan redaksi :
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ
"Membaca al-Quran dan mengamalkannya"
Imam al-Thabaraniy dalam Al- Mu'jam al-Kabir (20/198 no. 445), ja- lur yang sama dengan redaksi,
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيمِ بُنِي لَهُ غَرْسٌ الْجَنَّةِ، وَمَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَأَحْكَمَهُ فِي وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ
"Barangsiapa yang mengucapkan subhanallah al-Azhim, maka akan disediakan satu tanaman baginya di surga, dan barangsiapa yang mem- baca al-Qur'an dan menjadikannya sebagai rujukan serta mengamalkan yang terkandung dalam al-Qur'an."
Redaksi yang dibawakan oleh Imam Ahmad, al-Baihaqiy, al-Hakim dan al-Thabaraniy terdapat perbe- daan, namun semuanya memiliki madar yang sama itu Zabbaan. Jalur ini dhaif karena terdapat beberapa rawi lemah, yaitu pertama rawi yang bernama Sahl ibn Muadz ibn Anas, thabaqah keempat. Ibn Hibban ber- kata "Haditsnya tidak bisa dijadikan l'tibar jika Zaban ibn Faid meneri-ma darinya. (al-Tsiqat 4/321). Imamal-Dzahabiy mendhaifkannya. (al Kasyaf fii Ma'rifah man lahu riwayah
fii al-Kutub al-Sittah 2/547) Yahya ibn Ma'in berkata: Sahl ibn Muádz
ibn Anas dari bapaknya, ia Dhaif (al- Jarh wa al-Ta'dil 4/203. Ibn hajar me- nyimpulkan, Tidak masalah dengan periwayatannya kecuali jika Zabbaan meriwayatkan darinya. (Taqrib al-Tah- dzib 1/420).
Kedua, Zabbaan ibn Faid, thaba- qah keenam. Beliau di jarh oleh sege- nap ulama ahl Nuqad. Berikut dianta- ra komentarnya, Ibn Hibban berkata: Haditsnya sangat munkar, ia tafarrud
dalam periwayatan dari Sahl ibn Mu'adz seolah memalsukan dalam catatannya, tidak bisa dijadi- kan hujjah. (Tahdzib al-Kamal 1/621). Al-Dzahabiy berka- ta: memiliki keuta- maan, baik, namun ia dhaif. (al-Kasyaf fii Ma'rifah man lahu riwayah fii al-Kutub al-Sittah 2/411). Abdurrahman ber- kata: aku bertanya pada ayahku (Abu Hatim al-raziy) ten- tang Zabbaan ibn Faaid, beliau berkata: Shalih. (al-Jarh wa al-Ta'dil 3/616). Maksud ucapan shalih disini bahwa Zabbaan pada dasarnya 'adalahnya terjaga, namun kekeliruannya atau kelemahannya dalam periwayatan menjadikan riwa- yatnya munkar. Hal ini sebagaimana dipastikan oleh Abdurrahman ibn Abi Hatim dengan menyetujui pendapat- nya imam Ahmad bahwa Zabbaan adalah rawi yang munkar. (al-Jarh wa al-Ta'dil 3/616). Imam Ahmad berkata: Hadits-haditsnya Munkar. (Tahdizb al-Tahdzib 1/621). Al-Hafizh Ibn Ha- jar menyimpulkan dalam Taqribnya: haditsnya dhaif terlepas dari kebaik- an dan ibadahnya. (Taqrib al-Tahdzib 1/334). Dalam periwayatan ini, al- Hafizh telah menetapkan bahwa Zab- baan ketika menerima dari Sahl maka periwayatannya ditolak, dengan kata lain jalur ini adalah munkar.
Tedapat redaksi lain dari imam al- Hakim dalam Mustadraknya, dimana menyebutkan bahwa yang akan dipa- kaikan mahkota itu adalah pembaca- nya, bukan kedua orangtuanya.
أَخْبَرَنَا بَكْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الصَّيْرَفِيُّ ، بِمَرْوَ ، ثنا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ الْفَضْل الْبَلْخِيُّ ، ثنا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ، ثنا بَشِيرُ بْنُ مُهَاجِرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ الْأَسْلَمِي ، عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَتَعَلَّمَهُ وَعَمِلَ بِهِ أَلْبِسَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَاجًا مِنْ نُورٍ ضَوْءُهُ مِثْلُ ضَوْءِ الشَّمْسِ ، وَيُكْسَى وَالِدَيْهِ حُلَّتَانِ لَا يَقُومُ بهما الدُّنْيَا فَيَقُولَانِ بِمَا كُسِينَا ؟ فَيُقَالُ: بأَخْذِ وَلَدِكُمَا الْقُرْآنَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Bakr ibn Muhammad al-Shairafiy, telah menerangkan kepada kami al-Shamad ibn al-Fadhl al-Balkhiy, telah menerangkan kepada kami Makiy ibn Ibrahim, telah menerangkan ke
pada kami Basyiir ibn Muhaajir dari Abdullah ibn Buraidah al-Aslamiy dari Buraidah al-Aslamiy Rhadiyalala- ahu Ánhu ia berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa yang mem- baca Al-Qur'an, mempelajarinya dan mengamalkannya kelak pada hari ki- amat dikenakan mahkota dari cahaya yang sinar kemilaunya seperti cahaya matahari. Dan bagi kedua orang tua- nya masing-masing dikenakan untuk- nya dua pakaian kebesaran yang tak bisa dinilai dengan dunia. Maka kedua orangtuanya bertanya: karena apa kami diberi pakaian (kemuliaan) se- perti ini?' Maka dijawab: 'Karena anak kalian berdua belajar dan menghapal Al-Qur`an"." (Mustadrak al-Hakim 1/770 no. 2139)
Hadits inipun tidak luput dari kele- mahan, karena terdapat rawi bernama Basyir ibn Muhajir, berikut beberapa komentar ulama ahl naqd, Ibn Bukair al-Baghdadi bertanya kepada imam al-Daraquthniy tentang rawi Basyir ibn Muhajir, beliau berkata: periwa- yatannya tidak kuat. (Sualat Abi Ab- dillah ibn Bukair li Imam Abi al-Hasan al-Daraquthniy hal. 51 pada sualat no. 6). Yahya ibn Main memandangnya Tsiqah. Namun Abdurrahman me- nyebutkan bahwa aku bertanya ke- pada ayahku tentang rawi Basyir ibn Muhajir, ia (Ibn Abi Hatim) berkata: Haditsnya dicatat namun tidak dijadi- kan hujjah. (al-Jarh wa al-Ta'dil 2/278- 279). Imam al-Nasaiy berkata: ia tidak kuat. (Al-Dhu'afa wa al-Matrukun li al-Nasaiy hal. 23). Imam al-Bukhari berkata: Sebagian haditsnya menye- lisihi. (al-Kamil fi al-Dhu'afa al-Rijal 2/1839). Imam Ahmad berkata: la Munkarul Hadits. (Tahdzib al-Tahdzib 1/236). Al-Hafizh memasukan Basyir ibn Muhajir pada golongan rawi mu- dallis yang ia martabati tingkat kedua (Thabaqat al-Mudallisin, Ta'rif ahl al-Taqdis bimaratibi al-Maushufin bi al-Tadlis hal. 28 no. 38). Dari beberapa penjelasan para ahl nuqad, maka bisa disimpulkan bahwa pada dasarnya Basyir ibn Muhajir rawi yang shaduq, namun apabila ia tafarrud dalam pe- riwayatannya maka ditolak terlebih adanya indikasi nakarah.
Terdapat beberapa Hadits shahih terkait keutamaan membaca dan menghafal al-Quran bagi para pembacanya diantaranya adalah
عَنْ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَثَلُ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ، وَهُوَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ حَافِظٌ لَهُ مَعَ السَّفَرَةِ الكِرَامِ البَرَرَةِ، وَمَثَلُ الرَّحْمَةُ، وَحَفْتَهُمُ الَّذِي يَقْرَأ، وَهُوَ يَتَعَاهَدُهُ، وَهُوَ عَلَيْهِ شَدِيدٌ فَلَهُ أَجْرَانِ
Dari 'Aisyah Ra dari Nabi Saw, beli- au bersabda: "Perumpamaan orang membaca Al Qur'an sedangkan ia menghafalnya, maka ia akan bersama para Malaikat mulia. Sedangkan per- umpamaan seorang yang membaca Al Qur`an dengan tekun, dan ia menga- lami kesulitan atasnya, maka dia akan mendapat dua ganjaran pahala." (HR. al-Bukhari 6/166 no. 4937)
عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَعْتَعُ فِيهِ ، وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌ، لَهُ أَجْرَانِ».
Dari 'Aisyah Ra ia berkata, Rasulul- lah Saw bersabda: "Orang yang lancar membaca Alquran akan bersama ma- laikat utusan yang mulia lagi berbakti, sedangkan orang yang membaca Alquran dengan tersendat-sendat lagi berat, maka ia akan mendapatkan dua paha- la." (HR. Muslim 1/549 no. 244)
Dua hadis ini menjelaskan keuta- maan bagi para pembacanya, baik ia mahir membaca dan menghafalnya ataupun mendapat kesulitan dalam membacanya. Kemudian Rasulullah Saw kembali menjelaskan terkait anjuran dan keutamaan membaca al-Quran baik di Masjid, di rumah, sen- diri maupun secara bersama-sama.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ تَعَالَى، يَتْلُونَ كِتَاب الله السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ
الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ»
"Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah, mereka mem- baca kitab Allah dan mempelajarinya, kecuali akan turun ketentraman kepa- da mereka, diliputi oleh rahmat, dikeli- lingi oleh para malaikat dan Allah akan menyebut mereka ke hadapan makhluk di sisi-Nya." (Hr. Abu Dawud 2/71 no. 1455)
Dari pemaparan beberapa Hadis ini, menujukan bahwa pembaca al-Qur'an dan atau penghafal memiliki keutamaan dan fahala yang besar. Orang tua tetap akan mendapatkanpahala sebab keshalihan anaknya dari jasa orangtua yang telah ikut mendidik dan membiayai anaknya, namun bukan berarti terlepas dari kewajiban untuk membaca al-Quran dan tidak berkeyakinan akan masuk surga secara otomatis disebabkan anaknya mahir dalam membaca atau menghafal al-Quran.
Oleh : Robi Permana (Dosen Ilmu Hadis STAI Persis Jakarta ) - Majalah Risalah No. 12 Tahun 59 - Maret 2022, Hal 12-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar