KAMIS, 16 FEBRUARI 2023
Membaca Surah Al Kahfi Pada Malam atau Hari Jum'at.
BY HENDI SANTIKA — 19 JANUARI 2018
Mengenai kedudukan hadits tentang keutamaan membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, para ulama telah terjadi perbedaan pendapat. Di antara mereka ada yang menshahihkan keterangan-keterangan mengenai sunnahnya membaca surah Al-Kahfi pada malam atau hari Jum’at, dan ada pula yang melemahkan keterangan-keterangan tersebut. Di antara yang menshahihkan, ialah Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albany. Berikut teks haditsnya :
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :)مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ)
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca surah Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka Allah akan menyinarinya dengan cahaya di antara dua Jum’at.” (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrok II/399 no.3392, dan Al-Baihaqi di dalam Sunannya III/249 dengan nomor.5792). Al-Hakim berkata: “Isnad Hadits ini shohih, akan tetapi Imam Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya”. Syaikh Al Albani berkata: “Hadits ini shohih.” (lihat Shohih Al-Jami’ no. 6470, dan Shohih At-Targhib wa At-Tarhib I/180 no.736). Untuk menguraikan permasalahan ini, kami rangkum dari hasil kajian syaikh DR. Abdullah Bin Fauzan Bin Shalih Al-Fauzan, dalam bukunya Al-Ahadits Al-Waridah fi Qira-at Surah al-Kahfi yaum Al-Jum’ah dan hasil kajian syaikh DR. Sa’id bin Shalih ar-Raqib al-Ghamidi, dosen hadits dan ilmu-ilmu hadits serta dosen Dirasat Islamiyah fakultas Tarbiyah, Universitas Bahah, Zhahran (Arab Saudi) dalam bukunya Al-Ahadits Al-Waridah fi Fadhli Qira-at Surah al-Kahfi aw Ba’dhi Ayatiha Jam’an wa Takhrijan. Dalam masalah ini, DR. Abdullah Bin Fauzan Bin Shalih Al-Fauzan menyebutkan sepuluh buah hadits dan tiga atsar. Sepuluh hari itu dinisbahkan kepada Abu Sa’id Al-Khudriy RA, Ali bin Ali Tholib RA, Aisyah RA, Zaid bin Kholid RA, Ibn Abbas RA, Ibn Umar RA, Abu Hurairah RA, Al-Barra RA, dan Ismail bin Rofi’ RA. Adapun tiga atsar adalah dinisbahkan kepada Abi Al-Mihlab Al-Jaramy, Abi Qilabah Al-Jaramy, dan kepada Kholid bin Ma’dan. Yang menjadi perbincangan pada masalah ini, adalah Hadits-hadits yang dinisbahkan kepada Abu Sa’id Al-Khudriy RA, karena hadits-hadits yang dinisbahkan kepada sahabat-sahabat yang lain tidak diragukan lagi akan kedhoifannya. Berikut kutipan ringkas kajian terhadap derajat hadits yang dinisbahkan kepada Abu Sa’id Al-Khudriy RA : Hadits Abi Sa’id Al Khudriy RA berpangkal satu sanad yaitu pada Abu Hasyim Ar Rumany, dari Abi Mijlaz, dari Qaes bin Abad, dari Abu Sa’id Al Khudriy RA. Dari Abu Hasyim Ar Rumany telah meriwayatkan 3 orang muridnya yaitu Husyaim, Sufyan At Tsaury, dan Syu’bah. Dari jalan mereka bertiga telah berbeda dalam periwayatannya baik sanad maupun matannya, sebagai berikut : 1. Jalur Husyaim bin Basyir Melalui jalur Husyaim telah terjadi perbedaan baik pada sanad maupun matan. Adapun perbedaan pada sanad, telah meriwayatkan darinya murid-muridnya atas dua jalur, yaitu mauquf dan marfu’. Jalur Mauquf, Riwayat Husyaim bin Basyir dari Abu Hasyim ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA. Riwayat ini mauquf (berupa perkataan sahabat Abu Said Al-Khudri RA, bukan sabda Nabi Muhammad SAW). Di samping perbedaan sanad, melalui jalur mauquf ini pun terjadi perbedaan matan, yaitu : Dengan lafal: hari Jum’at dan malam Jum’at. Adapun perawi yang meriwayatkan dari jalur Husyaim bin Basyir yang mauquf dengan lafal hari Jum’at ini adalah:
Abu Ubaid al-Qasim bin Salam Al-Baghdadi
Hadits dari jalur ini dikeluarkan oleh Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam dalam kitabnya Fadhail Al-Qur’an no. 380 dan darinya Imam Adz-Dzahabi mengeluarkan dalam Tarikh Al-Islam (6/37) dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
Barangsiapa membaca surah al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya akan ada cahaya terang yang menyinari antara dirinya dengan baitul ‘atiq (Ka’bah). (HR. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam dan Adz-Dzahabi)
Ahmad bin Khalaf al-Baghdadi
Hadits dari jalur ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Dhurais dalam kitabnya Fadhail Al-Qur’an no. 205 dan darinya Imam Al-Khatib al-Baghdadi mengeluarkan dalam Tarikh Baghdad (4/134) dengan lafal: Barangsiapa membaca surah al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya aka nada cahaya terang yang menyinari antara dirinya dengan baitul ‘atiq (Ka’bah). (HR. Ibnu Dhurais dan Al-Khatib al-Baghdadi)
Sa’id bin Manshur
Hadits dari jalur ini dikeluarkan oleh Imam Sa’id bin Manshur dalam kitabnya As-Sunan dan darinya Imam Al-Baihaqi mengeluarkan dalam Syu’ab al-Iman (2/474 no. 2444) dan As-Sunan Al-Kubra, dengan lafal: Barangsiapa membaca surah al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya aka nada cahaya terang yang menyinari antara dirinya dengan baitul ‘atiq (Ka’bah). (HR. Sa’id bin Manshur dan Al-Baihaqi) Sedangkan perawi yang meriwayatkan dari jalur Husyaim bin Basyir yang mauquf dengan lafal malam Jum’at adalah Muhammad bin Fadhl as-Sadusi. Hadits ini dikeluarkan oleh Ad-Darimi dalam Sunan ad-Darimi (2/546 no. 3407) dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ، أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
Barangsiapa membaca surah al-Kahfi pada malam Jum’at, niscaya aka nada cahaya terang yang menyinari antara dirinya dengan baitul ‘atiq (Ka’bah). (HR. Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi: kitab fadhail al-qur’an bab fadhlu surah al-kahfi, no. 3407). Kedudukan rawi hadits Adapun kedudukan para perawi jalur sanad ini adalah sebagai berikut: Pangkal sanad yaitu Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar as-Sulami al-Wasithi. Tentang statusnya, Imam Ahmad berkata : ia banyak melakukan tadlis. Dan Imam Ahmad meragukan akan sima’-nya. Imam Abu Hatim berkata: Ia tsiqah, Imam Adz-Dzahabi berkata: Ia Imam, tsiqah, mudallis (suka memanipulasi hadits), Ibnu Hajar berkata: tsiqah, tsabt (teguh, kuat), banyak melakukan tadlis (manipulasi hadits) dan mursal khafi. Al-Alla’i mencantumkannya dalam peringkat kedua para perawi mudallis, dan Ibnu Hajar mencantumkannya dalam peringkat ketiga para perawi mudallis. Ia lebih tepat di peringkat tiga para perawi mudallis, karena ia banyak melakukan tadlis. (Lihat: Al-‘Ilal-riwayat Al-Mawardzy- nomor 31, Hilyah Al-Auliya, 9/163, Al-Jarh wa at-Ta’dil, 1/295; 9/115 biografi no. 487, Tahdzib al-Kamal, 30/272 biografi no. 6595, Al-Kasyif, 3/198 biografi no. 6085, Jami’ at-Tahshil hlm. 294 biografi no. 849, Taqrib at-Tahdzib hlm. 1023 biografi no. 7362 dan Ta’rif Ahl at-Taqdis hlm. 158 biografi no. 111) Adapun para perawi jalur mauquf dengan menyebutkan hari Jum’at statusnya adalah:
Qasim bin Salam al-Baghdadi Abu Ubaid al-faqih al-qadhi. Tentang statusnya, Imam Yahya bin Ma’in, Abu Daud, dan ad-Daruquthni berkata: Ia tsiqah. Ibnu Hajar berkata: Ia ulama terkenal, tsiqah, dan mulia. (Lihat: Tahdzib al-Kamal, 23/354 biografi no. 4792 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 450 biografi no. 5462).
Ahmad bin Khalaf al-Baghdadi. Tentang statusnya, Imam Al-Khatib al-Baghdadi berkata: ia meriwayatkan dari Husyaim bin Basyir, dan ia bukanlah perawi hadits yang terkenal di kalangan kami.” (Tarikh Baghdad, 4/134).
Said bin Manshur bin Syu’bah al-Khurasani Abu Utsman al-Marwazi. Tentang statusnya, Imam Abu Hatim dan Ibnu Numair berkata: Ia tsiqah. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 4/68 biografi no. 284 dan Tahdzib al-Kamal, 11/77 biografi no. 2361).
Sedangkan dari keempat murid Husyaim bin Basyir yang meriwayat dengan lafal malam Jum’at hanyalah Muhammad bin Fadhl as-Sadusi, laqabnya adalah ‘Arim, Abu Nu’man al-Bashri. Tentang statusnya, Imam Abu Hatim, al-‘Ijli dan Ibnu Hajar berkata: Ia tsiqah. Ibnu Hajar menambahkan: ia tsabt (teguh, kuat hafalan), namun hafalannya berubah di usia tua. Ad-Daruquthni berkata: Hafalannya berubah di usia tua, haditsnya yang nampak setelah hafalannya bercampur baur adalah hadits munkar, meskipun ia sendiri tsiqah. ((Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 8/58 biografi no. 267, Tahdzib al-Kamal, 26/287 biografi no. 5547, Mizan al-I’tidal, 4/7 biografi no. 8057, Al-Kawakib an-Nayyirat hlm. 382 no. 52 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 889 biografi no. 6266) Kesimpulan : Sanad hadits-hadits ini lemah. Jalur Marfu’, riwayat Husyaim bin Basyir dari Abu Hasyim ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA dari Nabi Muhammad SAW. Riwayat ini marfu’ (bersambung sampai Nabi Muhammad SAW). Adapun perawi yang meriwayatkan dari jalur Husyaim bin Basyir yang marfu’ ini adalah:
Nu’aim bin Hammad al-Marwazi.
Hadits dengan jalur ini dikeluarkan oleh imam Al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/399) dan darinya imam Al-Baihaqi mengeluarkan dalam as-Sunan al-Kubra (3/249) dan as-Sunan as-Shaghir (2/42 no. 470) dengan lafal:
إِنَّ مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
Sesungguhnya barangsiapa membaca surah al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya akan ada cahaya terang yang menyinari dirinya di antara kedua Jum’at. (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Yazid bin Makhlad
Hadits dengan jalur ini dikeluarkan oleh imam Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (2/475 no. 2445) dan Fadhail al-Awqat hlm. 502 no. 279, dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
Barangsiapa membaca surah al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya akan ada cahaya terang yang menyinari antara dirinya dengan baitul ‘atiq (Ka’bah). (HR. Al-Baihaqi). Kedudukan rawi hadits Kedudukan para perawi jalur marfu’ dengan menyebutkan hari Jum’at statusnya adalah:
Nu’aim bin Hammad bin Mu’awiyah al-Khuza’i Abu Abdillah al-Marwazi. Tentang statusnya, Imam Yahya bin Ma’in berkata: ia tsiqah, lalu Yahya bin Ma’in mencelanya dengan mengatakan: ia meriwayatkan dari orang-orang yang tidak tsiqah. Imam Ahmad berkata: Dahulu ia termasuk orang yang tsiqah. Abu Hatim berkata: Statusnya shidq (jujur). Al-‘Ijli berkata: Ia tsiqah. An-Nasai berkata: ia lemah, Imam Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab ats-Tsiqat lalu berkata: Terkadang ia keliru dan salah sangka. Adz-Dzahabi berkata: Ia diperselisihkan. Dalam Mizan al-I’tidal, Imam Adz-Dzahabi berkata: Ia seorang ulama besar, meski lemah di bidang hadits. Ibnu Hajar berkata: Ia jujur tapi banyak keliru. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 8/463 biografi no. 2125, Tahdzib al-Kamal, 29/466 biografi no. 6451, Ma’rifat ats-Tsiqat, 2/316 biografi no. 1858, Ats-Tsiqat, 9/219, Tarikh Abi Zur’ah ad-Dimasyqi dan At-Ta’dil wa at-Tajrih karya Al-Baji, 2/779)
Yazid bin Makhlad Abu Khadasy al-Wasithi. Imam Abu Zur’ah berkata tentang statusnya: ia orang yang haditsnya munkar (sangat lemah). (Sualat al-Bardzi’i hlm. 760)
Kesimpulan : Hadits-hadits di atas lemah. 2. Jalur Sufyan At Tsaury Jalur Sufyan ats-Tsauri diperselisihkan dalam dua jalan periwayatan: Pertama, riwayat Sufyan ats-Tsauri dari Abu Hasyim ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA. Riwayat ini mauquf. Adapun perawi yang meriwayatkan dari jalur Sufyan ats-Tsauri yang mauquf ini ada lima orang yaitu:
Abdur Razzaq bin Hammam ash-Shan’ani
Dikeluarkan oleh Abdur Razzaq dalam Al-Mushannaf (1/186 no. 730) dan (3/377 no. 6023) dan dari jalan ini Ath-Thabarani mengeluarkannya dalam kitab Ad-Du’a no. 391.
Qabishah bin Uqbah
Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (3/21 no. 3038)
Abdurrahman bin Mahdi
Dikeluarkan oleh Nu’aim bin Hammad dalam kitab Al-Fitan (1/344) dan dari jalurnya Al-Hakim mengeluarkannya dalam kitab Al-Mustadrak (5/137), dikeluarkan juga oleh An-Nasai dalam As-Sunan al-Kubra (6/236 no. 10790) dari Muhammad bin Basyar. Dikeluarkan juga oleh Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak (5/137) dari Ahmad bin Hambal. Ketiga jalur ini meriwayatkan dari Abdurrahman bin Mahdi.
Waki’ bin Jarrah
Dikeluarkan oleh Nu’aim bin Hammad dalam kitab Al-Fitan (1/344)
Abdullah bin Mubarak
Dikeluarkan oleh An-Nasai dalam As-Sunan al-Kubra (6/25 no. 9911) Dari kelima jalur tersebut diriwayatkan dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ كَمَا أُنْزِلَتْ ، ثُمَّ أَدْرَكَ الدَّجَّالَ لَمْ يُسَلَّطْ عَلَيْهِ ، أَوْ لَمْ يَكُنْ لَهُ عَلَيْهِ سَبِيلٌ ، وَمَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ كَانَ لَهُ نُورًا مِنْ حَيْثُ قَرَأَهَا مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَكَّةَ
“Barangsiapa membaca surah Al-Kahfi sebagaimana ia diturunkan kemudian ia mendapati Dajjal, niscaya Dajjal tidak akan mampu menguasai dirinya dan barangsiapa membaca surah Al-Kahfi niscaya baginya cahaya dari tempat ia membacanya sampai Makkah.” Di dalam riwayat di atas disebutkan secara mutlak tidak dibatasi hari Jum’at, kecuali riwayat Qabishah bin Uqbah, Ia secara menyendiri menyebutkan hari Jum’at. Kedua, riwayat Sufyan ats-Tsauri dari Abu Hasyim ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA dari Nabi Muhammad SAW. Riwayat ini marfu’. Satu-satunya perawi yang meriwayatkan dari jalur Sufyan ats-Tsauri yang marfu’ ini adalah: Yusuf bin Asbath. Dikeluarkan oleh Ibnu Suni dalam kitab Amal al-Yaum wa al-Lailah no. 30 dan dari jalurnya Ibnu Hajar mengeluarkannya dalam Nataij al-Afkar (1/344) dan Al-Baihaqi dalam kitab Ad-Da’awat no. 59. Kedudukan rawi hadits Kedudukan para perawi jalur pertama darinya adalah: Pangkal sanad, yaitu Sufyan bin Sa’id bin Masruq ats-Tsauri Abu Abdillah al-Kufi. Tentang statusnya, Al-Khatib al-Baghdadi berkata: Ia adalah salah seorang imam kaum muslimin dan ulama agama, telah disepakati sebagai orang yang amanah sehingga ia tidak memerlukan klarifikasi lagi. Selain itu ia seorang ulama yang cermat, berpengetahuan, kuat hafalan, wara’, dan zuhud. (Lihat: Tarikh Baghdad, 9/165, Tahdzib al-Kamal, 11/154 biografi no. 247 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 244 biografi no. 2445) Adapun kedudukan murid Sufyan At Tsaury adalah sebagai berikut :
Abdur Razzaq bin Hammam bin Nafi’ Abu Bakar ash-Shan’ani. Tentang statusnya, imam Ahmad berkata: Aku tidak pernah melihat orang yang lebih baik haditsnya daripada Abdur Razzaq. Ya’qub bin Syaibah berkata: Ia tsiqah dan teguh hafalan. Ibnu Hajar berkata: ia tsiqah, hafizh, pengarang kitab hadits yang terkenal, di akhir hayatnya buta sehingga hafalannya berubah, dan ia cenderung kepada Syi’ah. (Lihat: Al-Ilal wa Ma’rifat ar-Rijal, 2/59 biografi no. 1545, Tahdzib al-Kamal, 18/52 biografi no. 3451, dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 607 biografi no. 4092)
Qabishah bin Uqbah bin Muhammad bin Sufyan bin Uqbah Abu Amir al-Kufi. Tentang statusnya, imam Abu Hatim berkata: Ia jujur, aku tidak melihat seorang perawi hadits yang menyampaikan hadits dengan satu lafal tanpa pernah mengalami perubahan selain Qabishah bin Uqbah. An-Nasai berkata; Ia tidak mengapa. Al-Ijli berkata: Ia tsiqah. Adz-Dzahabi berkata: ia penghafal hadits dan ahli ibadah.” Adz-Dzahabi juga berkata: Ia orang jujur dan mulia. Ibnu Hajar berkata: Ia jujur dan terkadang menyelisihi (ulama hadits yang lebih kuat darinya).
Dr. Sa’id bin Shalih ar-Raqib berkata: “Pendapat yang lebih kuat menyatakan derajatnya tsiqah. Ulama yang menurunkan derajatnya dari derajat tsiqah beralasan bahwa Qabishah menyelisihi (para perawi yang lebih tsiqah darinya) dalam beberapa hadits ats-Tsauri. Namun ia dinyatakan tsiqah oleh sejumlah ulama hadits. Adz-Dzahabi setelah menyebutkan pendapat para ulama tentang statusnya, mengatakan: Ia justru dijadikan hujah dan dianggap tsiqah oleh mereka meski ia memiliki beberapa kekeliruan. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 7/126 biografi no. 722, Ma’rifat ats-Tsiqat, 2/215 biografi no. 1511, At-Thabaqat al-Kubra, 6/370, Ats-Tsiqat Ibnu Hibban, 9/21, Tahdzib al-Kamal, 23/481 biografi no. 6036, Mizan al-I’tidal, 2/383 biografi no. 6861, Al-Kasyif, 2/340 biografi no. 4616, dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 797 biografi no. 5548)”. Sedangkan Dr. Abdullah bin Fauzan bin Shalil Al-Fauzan menyatakan : Riwayat Qabishah dari Sufyan diperbincangkan. Ibnu Abi Khoitsamah mengatakan dari Yahya bin Ma’in : Ia tsiqoh kecuali pada hadits Sufyan Ats Tsaury, ia tidak kuat. Imam Ahmad berkata : Ia banyak salah. Ya’qub bin Syaibah mengatakan : Ia tsiqoh, jujur, utama, tetapi secara khusus diperbincangkan riwayatnya dari Sufyan. Dan Ibn Ma’in melemahkan riwayatnya dari Sufyan. Al Hasil : “Riwayat Qobishah dengan menyebutkan Jum’at adalah syadz, ia menyalahi riwayat yang lebih shahih dari Waki’, Ibn Mahdy, dan Abdurrozak dan mereka tidak menyebut lafal hari Jum’at.
Abdurrahman bin Mahdi bin Hasan al-Anbari, Abu Sa’id al-Bashri. Tentang statusnya, imam Abu Hatim berkata: Ia imam dan tsiqah. Ibnu Hibban berkata: ia termasuk golongan para ulama penghafal hadits yang tekun dan teliti, hidup wara’, banyak menghafal, mengumpulkan, memahami, mengarang, dan menceritakan hadits. Ia hanya meriwayatkan dari para perawi yang tsiqah. Ibnu Hajar berkata: Ia tsiqah, teguh, penghafal hadits, pakar di bidang biografi perawi hadits dan hadits. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 1/251 biografi no. 1382, Ats-Tsiqat Ibnu Hibban, 8/373, Tahdzib al-Kamal, 17/430 biografi no. 3969, dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 601 biografi no. 4044)
Waki’ bin Jarrah bin Mulaih ar-Ruasi Abu Sufyan al-Kufi. Tentang statusnya, imam Yahya bin Ma’in berkata: Perawi yang teguh di Irak adalah Waki’. Ahmad berkata: Waki’ bin Jarrah adalah imam kaum muslimin pada zamannya. Ibnu Hajar berkata: Ia tsiqah, penghafal hadits, dan ahli ibadah. (Lihat: Tarikh Baghdad, 13/474, Tahdzib al-Kamal, 30/462 biografi no. 6695, Muqaddimah Ibnu Shalah hlm. 288-289 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 581 biografi no. 7414)
Abdullah bin Mubarak bin Wadhah al-Hanzhali Abu Abdirrahman al-Marwazi.Tentang statusnya, imam Yahya bin Ma’in berkata: Abdullah bin Mubarak adalah sebuah kantong ilmu, sangat teguh, dan tsiqah, seorang ulama yang haditsnya shahih.” Ibnu Hajar berkata: Ia tsiqah, teguh, pakar fiqih, dan seorang ulama. (Lihat: Tahdzib al-Kamal, 16/5 biografi no. 3520 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 540 biografi no. 3595)
Sedangkan kedudukan para perawi jalur sanad kedua ini adalah sebagai berikut: Yusuf bin Asbath bin Washil Abu Muhammad asy-Syaibani. Tentang statusnya, imam Yahya bin Ma’in dan Ahmad bin Hambal berkata: Ia tsiqah. Abu Hatim berkata: Ia seorang ahli ibadah. Ia mengubur buku-bukunya maka ia banyak keliru. Ia orang yang shalih, namun haditsnya tidak bisa dijadikan hujah. Dr. Sa’id bin Shalih ar-Raqib berkata: Ia tsiqah, namun setelah ia mengubur buku-bukunya, periwayatan haditsnya banyak keliru, dan hadits yang saya kaji ini adalah bukti kekeliruannya. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 9/218 biografi no. 910, Al-Kamil fi Dhu’afa’, 7/157, Adh-Dhu’afa’ al-Kabir, 4/454 biografi no. 2084, Tarikh Yahya bin Ma’in Riwayah ad-Darimi hlm. 227 soal no. 874 dan Sualat Abi Daud li-Ahmad hlm. 286 soal no. 330) Kesimpulan : Hadits riwayat Sufyan yang mauquf kedudukannya shahih kecuali riwayat Qabishah, sedangkan yang marfu kedudukannya lemah. 3. Jalur Syu’bah bin Hajjaj Jalur Syu’bah bin Hajjaj diperselisihkan dalam dua jalan periwayatan: Pertama, riwayat Syu’bah bin Hajjaj dari Abu Hasyim ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA dari Nabi Muhammad SAW. Riwayat ini marfu’. Adapun perawi yang meriwayatkan dari jalur Syu’bah bin Hajjaj yang marfu’ ini adalah:
Yahya bin Katsir.
Jalur ini dikeluarkan oleh imam An-Nasai dalam as-sunan al-kubra (6/236 no. 10788), ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Awsath (2/123 no. 1455), al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/752) dan dari jalur ini pula mengeluarkan imam al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (2/457 no. 2446) dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ كَمَا أُنْزِلَتْ كَانَتْ لَهُ نُورًا مِنْ مَقَامِهِ إِلَى مَكَّةَ ، وَمَنْ قَرَأَ بِعَشْرِ آيَاتٍ مِنْ آخِرِهَا فَخَرَجَ الدَّجَّالُ لَمْ يُسَلَّطْ عَلَيْهِ
“Barangsiapa membaca surah Al-Kahfi sebagaimana ia diturunkan niscaya baginya cahaya dari tempatnya sampai Makkah, dan barangsiapa membaca sepuluh ayat terakhir surah Al-Kahfi sedangkan Dajjal telah keluar niscaya ia tidak akan bisa dikuasai oleh Dajjal.”
Abdush Shamad bin Abdul Warits
Jalur ini dikeluarkan oleh imam al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (3/21 no. 2547). Dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ كَمَا أُنْزِلَتْ كَانَتْ لَهُ نُورًا مِنْ حَيْثُ قَرَأَهَا إِلَى مَكَّةَ
“Barangsiapa membaca surah Al-Kahfi sebagaimana ia diturunkan niscaya baginya cahaya dari tempat ia membacanya sampai Makkah.” Kedua, riwayat Syu’bah bin Hajjaj dari Abu Hasyim ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA. Riwayat ini mauquf. Adapun perawi yang meriwayatkan dari jalur Syu’bah bin Hajjaj yang mauquf ini adalah:
Muhammad bin Ja’far
Jalur ini dikeluarkan oleh An-Nasai dalam as-sunan al-kubra (6/236 no. 10789) dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ كَمَا أُنْزِلَتْ كَانَتْ لَهُ نُورًا مِنْ حَيْثُ يَقْرَؤُهُ إِلَى مَكَّةَ ، وَمَنْ قَرَأَ آخِرَ الْكَهْفِ فَخَرَجَ الدَّجَّالُ لَمْ يُسَلَّطْ عَلَيْهِ
“Barangsiapa membaca surah Al-Kahfi sebagaimana ia diturunkan niscaya baginya cahaya dari tempat ia membacanya sampai Makkah, dan barangsiapa membaca ayat-ayat terakhir surah Al-Kahfi sedangkan Dajjal telah keluar niscaya ia tidak akan bisa dikuasai oleh Dajjal.”
Mu’adz bin Mu’adz Al-Anbari
Jalur ini disebutkan oleh imam Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (3/21) setelah menyebutkan hadits no. 2547.
Amru bin Marzuq
Jalur ini disebutkan oleh imam Ath-Thabarani dalam kitab Ad-Du’a no. 391. Adapun kedudukan para perawi jalur sanad ini adalah sebagai berikut: Pangkal sanad, yaitu Syu’bah bin Hajjaj bin Ward al-Ataki al-Azdi Abu Bustham al-Wasithi. Tentang statusnya, imam Sufyan ats-Tsauri berkata: Syu’bah adalah amirul mukminin di bidang hadits. An-Nasai berkata: Orang-orang yang dipercaya Allah untuk menjaga ilmu rasul-Nya ada tiga orang; Syu’bah bin Hajjaj, Yahya bin Sa’id al-Qathan, dan Malik bin Anas.” (Lihat: Tahdzib al-Kamal, 27/479 biografi no. 2739 dan Siyar A’lam an-Nubala’, 8/106) Adapun para perawi jalur pertama darinya adalah:
Yahya bin Katsir bin Dirham al-Anbari Abu Ghasan al-Bashri. Tentang statusnya, Abu Hatim berkata: haditsnya shalih. An-Nasai berkata: Ia tidak mengapa. Ibnu Hajar berkata: Ia tsiqah. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 9/183 biografi no. 760, Tahdzib al-Kamal, 13/499 biografi no. 6904 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 595 biografi no. 7629)
Abdush Shamad bin Abdul Warits bin Sa’id bin Tamimi Abu Sahl al-Bashri. Tentang statusnya, Ibnu Sa’ad berkata: Ia tsiqah, insya Allah. Al-Ijli berkata: Ia tsiqah. Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab ats-tsiqat. Ibnu Hajar berkata: Ia shaduq lagi tsabt (teguh) dalam periwayatan dari Syu’bah.” (Lihat: Ath-Thabaqat al-Kubra, 7/300, Al-Jarh wa at-Ta’dil, 6/50 biografi no. 269, Ma’rifah ats-Tsiqat, 2/95 biografi no. 1100, Ats-Tsiqat karya Ibnu Hibban, 8/414, Tahdzib al-Kamal, 18/99 biografi no. 3431 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 610 biografi no. 4108)
Adapun para perawi jalur kedua darinya adalah:
Muhammad bin Ja’far al-Hudzali, Abu Abdullah al-Bashri, laqabnya adalah Ghundar. Tentang statusnya, Yahya bin Ma’in berkata: Ia tsiqah. Ibnu Hajar berkata: Ia tsiqah, catatan bukunya benar, hanya saja pada dirinya ada kelalaian.” (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 7/221 biografi no. 1223, Mizan I’tidal, 3/502 biografi no. 7324, Tarikh Yahya bin Ma’in Riwayah ad-Darimi hlm. 64 biografi no. 106, Tahdzib al-Kamal, 25/5 biografi no. 5120, dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 472 biografi no. 5787)
Mu’adz bin Mu’adz bin Nashr bin Hasan bin Hurr al-Anbari, Abu Mutsanna al-Bashri. Tentang statusnya, imam Yahya bin Ma’in berkata: Ia tsiqah, imam Ahmad berkata: Mu’adz bin Mu’adz adalah penyejuk mata di bidang hadits, Abu Hatim berkata: ia tsiqah, dan Ibnu hajar berkata: Ia tsiqah lagi hafalannya handal. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 8/248 biografi no. 1132, Al-Ilal wa Ma’rifat ar-Rijal Riwayah Al-Marwadzi wa Ghairih hlm. 51 biografi no. 32, Tarikh Yahya bin Ma’in Riwayah ad-Darimi hlm. 215 biografi no. 803, Tahdzib al-Kamal, 28/132 biografi no. 6036, dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 952 biografi no. 6787)
Amru bin Marzuq maula al-Bahili, Abu Utsman al-Bashri. Tentang statusnya, Yahya bin Ma’in: Ia tsiqah, bisa dipercaya, sering berjihad, ahli qira’at, dan orang yang mulia. Ibnu Sa’ad berkata: Ia tsiqah dan banyak meriwayatkan hadits. Ahmad bin Hambal berkata: Ia tsiqah, bisa diercaya, kami memeriksa celaan yang ditujukan kepadanya namun kami tidak mendapatkannya. Abu Hatim berkata: Ia tsiqah dari kalangan ahli ibadah, kami tidak mendapatkan seorang pun murid Syu’bah yang kami menulis hadits darinya yang lebih baik haditsnya daripada dirinya. Ibnu Hajar: Ia tsiqah, orang mulia, dan memiliki beberapa kekeliruan. (Lihat: Ath-Thabaqat al-Kubra, 7/305, Al-Jarh wa at-Ta’dil, 6/263 biografi no. 1456, Tahdzib al-Kamal, 22/224 biografi no. 4446, dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 745 biografi no. 51455)
Kesimpulan : Kedudukan riwayat hadits melalui jalur Syu’bah bin Hajjaj adalah shahih. Sebagai penutup dari bahasan ini, kami sampaikan satu hadits shahih terkait keutamaan surah Al-Kahfi :
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْف عُصِمَ مِنْ الدَّجَّالِ. و في رواية: مِنْ آخِرِ الْكَهْفِ
Dari Abu Darda' RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Barang siapa menghafal sepuluh ayat di awal surah Al-Kahfi, maka ia akan terjaga dari fitnah Dajjal." Menurut suatu riwayat, "Sepuluh ayat di akhir surah Al-Kahfi." (Muslim 2/199). Kesimpulan :
Hadits Abu Sa’id Al-Khudriy tentang keutamaan membaca surah Al-Kahfi memiliki satu jalur sanad saja, yang berpangkal kepada Abu Hasyim Ar-Rumani. Lalu Abu Hasyim Ar-Rumani meriwayatkan hadits ini kepada tiga orang perawi: Husyaim bin Basyir, Sufyan ats-Tsauri, dan Syu’bah bin Hajjaj.
Riwayat dari jalur Husyaim yang menyebutkan keutamaan pembacaan surah Al-kahfi pada malam atau hari jum’at baik yang mauquf maupun yang marfu semuanya lemah.
Dua jalur yang mauquf dari Abu Sa’id Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh dua orang ulama besar hadits (Syu’bah bin Hajjaj dan Sufyan ats-Tsauri) tanpa menyebutkan lafal hari atau malam Jum’at riwayatnya lebih kuat daripada riwayat Husyaim bin Basyir.
Tidak ada keterangan yang shahih mengenai keutamaan pembacaan surat Al-kahfi pada malam atau hari Jum’at.
Hadits-Hadits shahih mengenai keutamaan pembacaan surat Al-kahfi tidak menentukan waktu pembacaannya. Wallahu a'lam bish-shawab
Penulis: Ustadz H.Deni Sholehuddin, M.Pd,. Ketut Bidang Garapan Pengembangan Dakwah dan Kajian Islam PP Persis.
© 2023 Pimpinan Persatuan Islam — Cahaya Islam Berkemajuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar