Alhamdulillah, pada pembahasan kali ini saya akan memaparkan mengenai "adakah larangan mengkhususkan ibadah ?". Banyak orang yang menganggap pengkhususan ibadah itu boleh, karena dianggap tidak ada larangannya. Akhirnya orang-orang tidak memperdulikan pertimbangan kebenaran ibadah yang dilakukan oleh orang lain. Hal itu berdampak pada kurangnya hubungan antar sesama dalam rangka amar ma'ruf dan nahyi munkar yang artinya menyuruh kepada yang ma'ruf dan melarang kepada yang munkar. Oleh karena itu saya paparkan dalil serta penjelasan berkaitan dengan hal tersebut, yang bisa dilihat berikut ini:
ARTI MENGKHUSUSKAN IBADAH
Menurut KBBI, menyatakan bahwa khusus artinya adalah khas; istimewa; tidak umum. Contoh dari kata khusus adalah "untuk anak buta tersedia buku bacaan khusus".
Sedangkan Ibadah artinya perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah Swt., yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Berarti Mengkhususkan ibadah yakni menjadikan perbuatan istimewa untuk menyatakan bakti kepada Allah Swt., yang di dasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Untuk mengetahui perintah dan larangan-Nya perlu pedoman berupa wahyu dari Allah Swt.. Wahyu tersebut diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu berupa al-Qur'an dan as-Sunnah. al-Qur'an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan ke bumi, sedangkan as-Sunnah yaitu pedoman atau petunjuk selain al-Qur'an berupa penyandaran kepada Rasulullah baik perbuatannya, perkataannya, persetujuannya, sifatnya, serta diamnya.
IBADAH YANG KHUSUS DAN UMUM
Ibadah dibagi berdasarkan sifat ibadahnya, yaitu terdiri dari ibadah khusus dan ibadah umum. Ibadah khusus dan umum termasuk ke dalam berbagai jenis ibadah. Contoh :
Shalat
Shalat dapat dibagi berdasarkan tingkat perintah kewajibannya :
A. Shalat Fardhu, yaitu shalat yang diwajibkan dalam waktu tertentu untuk dilaksanakan, contoh sholat 5 waktu, yaitu shubuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya.
B. Shalat Sunnah, yaitu shalat yang tidak dosa bila meninggalkannya, tetapi mendapat pahala bila dilaksanakan, contoh sholat rawatib, sholat tahiyatul masjid, dsb.
Berdasarkan pembagian jenis shalat sudah terlihat bahwasanya terdapat pengkhususan jenis ibadah. Indikasi dari hal tersebut adalah bahwasanya shalat shubuh tidak mungkin masuk ke dalam shalat sunnah karena shalat shubuh hanya khusus bagi jenis shalat fardhu, sedangkan shalat rawatib khusus untuk shalat sunnah. Tidak mungkin shalat shubuh menjadi tidak wajib, padahal shalat shubuh adalah salahsatu shalat yang diperintahkan kewajibannya. Hal ini pula mengindikasikan permbagian yang sama kepada jenis ibadah lain yaitu shaum, sedekah, haji, umroh, dll.
Shalat bila dibagi berdasarkan rakaatnya :
Shalat Shubuh : 2 rakaat
Shalat Dzuhur : 4 rakaat
Shalat Ashar : 4 rakaat
Shalat Maghrib : 3 rakaat
Shalat Isya : 4 rakaat
setiap sholat memiliki kekhususan rakaatnya tersendiri, bila shalat shubuh dijadikan 3 rakaat maka sholat shubuh tidak lah khusus untuk 2 rakaat tetapi 3 rakaat juga, akan tetapi tidak begitu mudahnya diubah. Karena ibadah itu berdasarkan dalil naqli atau berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah.
Shaum
Shaum terdiri dari shaum wajib dan sunnat, shaum wajib yaitu shaum ramadhan, sedangkan shaum sunnat yaitu shaum hari senin dan hari kamis, ayyamul bidh, shaum arafah, shaum pada 10 muharram, dsb. hal ini mengindikasikan bahwa shaum arafah tidak bisa menjadi wajib karena shaum arafah adalah shaum khusus yang hukumnya sunnat.
Sedekah
Sedekah bersifat wajib manakala ia menjadi zakat, sedangkan diluar zakat adalah sedekah sunnat. tidak mungkin zakat menjadi sunnat, padahal sudah ada perintah wajibnya :
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ ﴿ ٤٣﴾
LARANGAN PENGKHUSUSAN IBADAH
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
Artinya :
dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, "Janganlah kalian mengkhususkan malam Jumat dengan salat malam di antara malam-malam yang lain, dan jangan pula dengan puasa, kecuali memang bertepatan dengan hari puasanya."(HR.Muslim :1145, kitab shaum)
Berdasarkan hadits di atas tidak boleh mengkhususkan shalat malam dan shaum di hari jum'at atau malam jum'at. Hal ini bukan berarti shalat malam dan shaum itu dilarang hanya saja, tidak ada perintah untuk mengkhususkan di hari jum'at.
Apakah shalat malam dikhususkan di hari kamis dilarang juga ?
iya, karena shalat malam mengkhususkan pada hari jum'at saja dilarang, padahal hari jum'at adalah sayyidul aayaam atau disebut hari yang paling agung dari pada hari lainnya, akan tetapi tetap saja dilarang apalagi mengkhususkan pada hari kamis.
YANG DILAKUKAN RASULULLAH
عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخُصُّ شَيْئًا مِنْ الْأَيَّامِ قَالَتْ لَا كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً وَأَيُّكُمْ يُطِيقُ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُطِيقُ
Alqamah berkata 'saya bertanya kepada Aisyah, "Apakah Rasulullah ﷺ mengkhususkan hari tertentu?" dia menjawab, "Perbuatan beliau bersifat kontinu dan siapakah diantara kalian yang mampu seperti halnya Rasulullah ﷺ mampu (melaksanakannya)?"(ahmad :23147)
dalam riwayat lain :
عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ سَأَلْتُ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ عَائِشَةَ قَالَ قُلْتُ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ كَيْفَ كَانَ عَمَلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ كَانَ يَخُصُّ شَيْئًا مِنْ الْأَيَّامِ قَالَتْ لَا كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً وَأَيُّكُمْ يَسْتَطِيعُ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَطِيعُ
dari Alqamah ia berkata, Saya bertanya kepada Ummul mukminin Aisyah, "Wahai Ummul mukminin, bagaimanah amalan Rasulullah ﷺ? Apakah beliau mengkhususkan suatu amalan pada hari tertentu?" Aisyah menjawab, "Tidak, amalan beliau adalah terus menerus. Dan siapa pun kalian, pasti akan mampu melakukan amalan yang Rasulullah ﷺ mampu melakukannya."(muslim :784, kitab salatnya musafir dan penjelasan tentang qashar)
Rasulullah bila melakukan amalah sunnah beliau kontinyu, bila beliau terdapat halangan seperti adanya rukhsah ataupun maslahat yang lebih besar, maka beliau mengikuti rukhsah dan maslahat yang lebih besar. Contoh dari permasalah tersebut :
MASLAHAT PADA SHALAT DHUHA
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي سُبْحَةَ الضُّحَى قَطُّ وَإِنِّي لَأُسَبِّحُهَا وَإِنْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَدَعُ الْعَمَلَ وَهُوَ يُحِبُّ أَنْ يَعْمَلَ بِهِ خَشْيَةَ أَنْ يَعْمَلَ بِهِ النَّاسُ فَيُفْرَضَ عَلَيْهِمْ
dari 'Aisyah, katanya, "Sama sekali belum pernah aku melihat Rasulullah ﷺ melakukan salat sunnah dhuha, namun aku melakukan salat sunnah dhuha. Rasulullah ﷺ meninggalkan amalan yang sebenarnya beliau suka melakukannya, karena beliau khawatir jangan-jangan para sahabat menirunya sehingga amalan itu diwajibkan."(Muslim :718, bab shalat sunnah dhuha)
MASLAHAT PADA SHALAT TARAWIH
أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
'Aisyah radhiallahu'anha mengabarkannya bahwa Rasulullah ﷺ pada suatu malam keluar kamar di tengah malam untuk melaksanakan salat di masjid. Maka orang-orang kemudian ikut salat mengikuti salat beliau. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut sehingga pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut salat dengan beliau. Pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi lalu Rasulullah ﷺ keluar untuk salat dan mereka ikut salat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jamaah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk salat Subuh. Setelah beliau selesai salat Fajar, beliau menghadap kepada orang banyak kemudian beliau membaca syahadat lalu bersabda, "Amma ba'du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut nanti menjadi diwajibkan atas kalian sehingga kalian menjadi keberatan karenanya." Kemudian setelah Rasulullah ﷺ meninggal dunia, tradisi salat (tarawih) secara berjamaah terus berlangsung seperti itu.(HR. Bukhori : 2012)
Disini Nabi menghindari mafsadat dengan memilih maslahat yang lebih besar dengan meninggalkan kebiasaan beliau.
RUKHSOH SHALAT SUNNAH PADA SAAT SAFAR
عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ قَالَ مَرِضْتُ مَرَضًا فَجَاءَ ابْنُ عُمَرَ يَعُودُنِي قَالَ وَسَأَلْتُهُ عَنْ السُّبْحَةِ فِي السَّفَرِ فَقَالَ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَمَا رَأَيْتُهُ يُسَبِّحُ وَلَوْ كُنْتُ مُسَبِّحًا لَأَتْمَمْتُ وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى { لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ }
dari Hafs bin 'Ashim katanya, "Aku pernah sakit keras sehingga Ibnu Umar datang mengunjungiku." Hafsh bin 'Ashim berkata, "Aku lalu bertanya kepada beliau tentang salat sunnah ketika safar." Ibnu Umar menjawab, "Aku pernah menemani Rasulullah ﷺ ketika safar, namun aku tidak pernah melihat beliau melakukan salat sunnah. Sekiranya aku melakukan salat sunnah, niscaya aku akan menyempurnakan salatku, karena Allah Ta'ala berfirman; Sungguh pada diri Rasulullah terdapat keteladanan yang baik bagimu." QS. Ahzab; 21.(H.R Muslim : 689)
Mengikuti Nabi merupakan mengikuti keteladan yang baik, seorang muslim yang baik itu adalah yang mengikuti Nabi dan menjauhi hawa nafsunya.
MENGKHUSUSKAN IBADAH YANG DIPERBOLEHKAN
Syarat pengkhususan ibadah yang diperbolehkan yaitu :
1. Ibadah itu bersifat mutlak
2. Ditentukan berdasarkan sebab akal sehat
3. Bila Bukan bersifat ibadah (bersifat duniawi) tetapi bernilai ibadah
Contoh :
نْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيم
dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, ia berkata, "Nabi ﷺ bersabda, "Ada dua kalimat yang disukai Ar Rahman, ringan di lisan dan berat di timbangan, yaitu SUBHANALLAH WABIHAMDIHI dan SUBHAANALLAAHIL'AZHIIM."(HR. Bukhori : 7563)
Dzikir di atas boleh diucapkan ketika ia senggang, seperti ketika memasak, atau ketika berjalan ke suatu tempat. Dzikir di atas merupakan ibadah. Adapun contoh amalan dunia yang bernilai ibadah yaitu :
عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِي الْأَيَّامِ كَرَاهَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا
dari Ibnu Mas'ud berkata, bahwa Nabi ﷺ selalu memilah-milah hari yang tepat bagi kami untuk memberikan nasihat, karena khawatir rasa bosan akan menghinggapi kami.(HR. Bukhori :68)
عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ كَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُذَكِّرُ النَّاسَ فِي كُلِّ خَمِيسٍ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ لَوَدِدْتُ أَنَّكَ ذَكَّرْتَنَا كُلَّ يَوْمٍ قَالَ أَمَا إِنَّهُ يَمْنَعُنِي مِنْ ذَلِكَ أَنِّي أَكْرَهُ أَنْ أُمِلَّكُمْ وَإِنِّي أَتَخَوَّلُكُمْ بِالْمَوْعِظَةِ كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِهَا مَخَافَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا
dari Abu Wa'il berkata, bahwa Abdullah memberi pelajaran kepada orang-orang setiap hari Kamis, kemudian seseorang berkata, "Wahai Abu Abdurrahman, sungguh aku ingin kalau Anda memberi pelajaran kepada kami setiap hari" dia berkata, "Sungguh aku enggan melakukannya, karena aku takut membuat kalian bosan, dan aku ingin memberi pelajaran kepada kalian sebagaimana Nabi ﷺ memberi pelajaran kepada kami karena khawatir kebosanan akan menimpa kami".(H.R Bukhori : 70)
Nabi dan para sahabat memilih waktu untuk tholabul ilmi, dan mengkhususkan waktu tertentu karena khawatir bosan.
KESIMPULAN
Semua ibadah yang ditentukan waktunya, maka tidak boleh diubah waktunya. Karena setiap ibadah yang sudah ditentukan waktunya sudah ditetapkan kekhususannya oleh syariat. Orang yang mengubah ketetapan syariat maka ia telah membuat syariat baru. Adapun penentuan khusus waktu berdasarkan akal sehat seperti karena khawatir bosan bila ceramah atau bermajelis ilmu dilakukan setiap hari maka ia diperbolehkan, yang terpenting adalah mengutamakan kemaslahatan.